Custom Search

Senin, 14 Maret 2011

Tugas Kebijakan Busway Di Jakarta

KEBIJAKAN BUSWAY DI JAKARTA


CHANDRA DWI PRASETYO
D 0107020

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2011


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia menjadikan kota ini sebagai pusat pemerintahan sekaligus perekonomian. Hampir seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pemerintahan dilakukan disini, termasuk mengkaji dan membuat berbagai kebijakan yang nantinya akan diterapkan di seluruh wilayah nusantara. Dari pusat pemerintahan yang sudah rumit, Jakarta juga didapuk sebagai kota pusat perekonomian. Para investor biasanya melirik Jakarta sebagai daerah yang potensial sebagai tempat ia menanamkan modalnya. Sehingga tidak heran jika kota ini sangat ramai dengan penduduknya yang mayoritas adalah pendatang. Setiap tahun jumlah penduduk Jakarta bertambah akibat urbanisasi. Para pendatang yang berurbanisasi ini mempunyai tujuan untuk mengadu nasib dan mencoba peruntungan. Tidak hanya padat dengan penduduknya saja, kota ini juga sarat dengan jumlah kendaraannya yang semakin bertambah.
Dapat dilihat secara nyata bahwa dampak dari padatnya jumlah penduduk dan kendaraan tidak hanya menimbulkan kemacetan saja, namun juga menyebabkan masalah lain seperti penggunaan bahan bakar yang tidak bisa hemat karena harus terjebak macet, selain itu warga yang hendak bepergian juga harus membutuhkan waktu yang lama walaupun dengan jarak yang dekat. Kemacetan ini diperparah dengan penggunaan kendaraan pribadi yang terlalu banyak, sehingga ruas dan panjang jalan yang ada di Jakarta tidak dapat lagi menampung jumlah kendaraan yang melintas.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta untuk mengatasi masalah ini. Mulai dari diberlakukannya program three in one, pembangunan jalan layang. namun, hasil yang diharapkan tidak dapat terlaksana. Faktanya, Jakarta tetap menjadi kota dengan transportasi yang buruk. Sampai pada tingkat dunia, Jakarta menjadi kota paling padat dan macet, setara dengan kepadatan Kota Tokyo dan Bangkok. Hanya bedanya Kota Tokyo dan Bangkok mempunyai sistem transportasi yang baik sehingga padatnya kendaraan tidak menjadikan masalah kemacetan.
Masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jakarta memang tidak terbiasa menggunakan angkutan umum yang tersedia. Mereka lebih senang menggunakan kendaraan pribadi dengan alasan lebih nyaman, aman dan cepat daripada angkutan umum.
Ketersediaan transportasi massal yang nyaman bagi masyarkat pada kondisi sekarang ini sangatlah dibutuhkan. Sehingga hal ini bukanlah merupakan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah hanya karena tanggung jawab semata, namun juga sebagai tuntutan dari masyarakat. Pemerintah memang yang bertanggung jawab atas kondisi yang rumit seperti ini. Untuk itu, sebagai solusi dari masalah kemacetan yang semakin menjadi tersebut, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan salah satu solusi yaitu dengan menyediakan sarana transportasi umum yang lebih efisien baik secara waktu maupun biaya.
Sarana transportasi umum yang dibuat oleh pemerintah adalah penyediaan Bus Trans Jakarta atau biasa disebut dengan Busway. Bus ini secara funsinya sama dengan angkutan umum lainnya. Hanya saja, dengan kebijakan pemerintah Busway ini mendapatkan ‘perlakuan’ khusus yaitu berupa jalur khusus yang tidak boleh dilewati oleh kendaraan lain. Tujuannya adalah untuk mempersingkat waktu tempuh karena kemacetan yang setiap waktu melanda Jakarta. Dengan adanya Busway ini masyarakat diberikan solusi untuk menghadapi macet dengan menggunakan jasa transportasi Busway yang cepat, nyaman dan murah.
Kebijakan mengenai dibentuknya Busway ini merupakan solusi dari pemerintah atas masalah publik yang apabila tidak ditangani akan menimbulkan masalah lainnya seperti kelumpuhan ekonomi, pemborosan bahan bakar kendaraan, hingga masalah terjadinya tindak kriminal ketika terjadi macet. Kebijakan Busway ini merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang pada saat munculnya masalah sampai pada perumusannya memerlukan waktu yang cukup lama dan proses yang panjang. Untuk itu makalah ini akan membahas analisa pembentukan kebijakan tentang Busway ini.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana analisa pembentukan kebijakan tentang Busway yang dibuat oleh Pemprov Jakarta?
PEMBAHASAN
A. Profil Bus Trans Jakarta (Busway)
Transjakarta atau umum disebut Busway adalah sebuah sistem transportasi bus cepat atau Bus Rapid Transit di Jakarta. Sistem ini dimodelkan berdasarkan sistem TransMilenio yang sukses di Bogota, Kolombia. Perencanaan Busway telah dimulai sejak tahun 1997 oleh konsultan dari Inggris. Pada waktu itu direncanakan bus berjalan berlawanan dengan arus lalu-lintas (contra flow) supaya jalur tidak diserobot kendaraan lain, namun dibatalkan dengan pertimbangan keselamatan lalu-lintas. Meskipun Busway di Jakarta meniru negara lain seperti Kolombia, Jepang, Australia, namun Jakarta memiliki jalur yang terpanjang dan terbanyak.
Bus Transjakarta memulai operasinya pada 15 Januari 2004 dengan tujuan memberikan jasa angkutan yang lebih cepat, nyaman, namun terjangkau bagi warga Jakarta. Untuk mencapai hal tersebut, bus ini diberikan lajur khusus di jalan-jalan yang menjadi bagian dari rutenya dan lajur tersebut tidak boleh dilewati kendaraan lainnya (termasuk bus umum selain Transjakarta). Agar terjangkau oleh masyarakat, maka harga tiket disubsidi oleh pemerintah daerah.
Selama dua minggu pertama, dari 15 Januari 2004 hingga 30 Januari 2004, bus Transjakarta memberikan pelayanan secara gratis. Kesempatan itu digunakan untuk sosialisasi, di mana warga Jakarta untuk pertama kalinya mengenal sistem transportasi yang baru. Lalu, mulai 1 Februari 2004, bus Transjakarta mulai beroperasi secara komersil.
Busway dikelola oleh Badan Layanan Umum Trans Jakarta (BLUTJ). Awalnya, badan ini bernama Badan Pengelola (BP) Transjakarta. Lembaga ini dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 110/2003 tentang Pembentukan BP Transjakarta. Pada tahun 2006 namanya kemudian diganti menjadi Badan Layanan Umum Transjakarta berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2006. BLUTJ bernaung di bawah Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta.
Sedangkan dalam penyelenggaraannya Transjakarta didukung oleh beberapa Perusahaan Operator yang mengelola armada yang melayani tiap koridor. Operator tersebut yaitu:
1. PT. Jakarta Express Trans (JET) - Koridor 1
2. PT. Trans Batavia (TB)- Koridor 2 dan 3
3. PT. Jakarta Trans Metropolitan (JTM) - Koridor 4 dan 6
4. PT. Primajasa Perdayana Utama (PP) - Koridor 4, 6 dan 8 (bersama dengan PT. Eka Sari Lorena).
5. PT. Jakarta Mega Trans (JMT)- Koridor 5 dan 7
6. PT. Eka Sari Lorena (LRN) - Koridor 5,7 (beroperasi sejak Desember 2008) dan 8 (bersama dengan PT. Primajasa).
B. Analisa Proses Formulasi Kebijakan Busway
Aktor-aktor Kebijakan
Aktor-aktor yang terlibat dalam sebuah kebijakan sangatlah berpengaruh dalam proses perumusan kebijakan publik. Aktor-aktor disini tidak hanya sebagai pembuat kebijakan agar dapat disahkan secara legal saja, namun juga pihak-pihak yang berpengaruh ketika perencanaannya. Menurut Budi Winarno, aktor yang merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah perumusan kebijakan dibagi menjadi dua, yaitu aktor yang berasal dari pemerintah dan yang bukan berasal dari pemerintah. Pemerintah sebagai pihak yang bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, berfungsi sebagai pembuat kebijakan. Mulai dari persiapan hingga pemebentukannya. Namun, dalam prosesnya, pembuatan kebijakan tidak lepas dari pengaruh aktor-aktor diluar pemerintah seperti kelompok penekan, kelompok sasaran, dan juga kelompok kepentingan.
Dalam kebijakan Busway, yang menjadi aktor-aktornya antara lain:
a. Inisiator Kebijakan : Gubernur DKI Jakarta. Pada masa itu, Gubernur yang sedang memerintah adalah Sutiyoso. Ketika berkunjung ke Kolombia, beliau terkesan dengan sistem transportasi umum yang sedang beroperasi disana yaitu TransMilenio. Beliau akhirnya memiliki inisiatif untuk membuat sistem transportasi yang sama untuk diterapkan di Jakarta yang mempunyai masalah kemacetan yang parah.
b. Pembuat Kebijakan dan Legislator: DPR Provinsi DKI Jakarta dan Gubernur DKI Jakarta. Dalam pembahasan mengenai kebijakan Busway ini pihak yang berwenang adalah DPR Provinsi DKI Jakarta. Baru setelah pembahasan selesai dan dibuat keputusan final bahwa kebijakan Busway ini bisa dilaksanakan, DPRD beserta Gubernur DKI Jakarta merupakan pihak yang mengesahkan Undang-undang tentang kebijakan ini.
c. Pelaksana Kebijakan: Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini bekerjasama dengan pihak swasta yaitu perusahaan-perusahaan jasa yang mengelola Busway ini sehingga dapat beroperasi setiap hari. Perusahan-perusahaan tersebut adalah: PT. Jakarta Express Trans (JET), PT. Trans Batavia (TB), PT. Jakarta Trans Metropolitan (JTM), PT. Primajasa Perdayana Utama (PP) bersama dengan PT. Eka Sari Lorena, PT. Jakarta Mega Trans (JMT), PT. Eka Sari Lorena (LRN) bersama dengan PT. Primajasa.
d. Kelompok sasaran adalah kelompok yang akan dikenai kebijakan yang dikeluarkan. Dalam kebijakan ini, kelompok sasarannya adalah masyarakat karena kebijakan ini dibuat untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di Jakarta. Masyarakat pengguna Busway ini akan diberikan kenyamanan dan keamanan dalam bepergian dengan tarif yang murah karena harga tiket yang disubsidi oleh pemerintah.
e. Kelompok yang diuntungkan (Beneficiaries Group) adalah kelompok yang diuntungkan dengan dikeluarkannya kebijakan Busway ini. Adapun pihak yang diuntungkan adalah masyarakat sebagai sasaran utama dari kebijakan ini. Selain itu, ada pihak yang juga diuntungkan yaitu perusahaan yang bekerjasama dengan Pemprov Jakarta dalam pembangunan jalur dan juga pengoperasian Busway karena dari kerjasama tersebut.
f. Kelompok Kepentingan: Masyarakat, karena dalam kasus ini masyarakat merupakan kelompok yang benar-benar dikenai dampak dari kemacetan ini. Sehingga kebijakan ini dibuat dengan sasaran untuk mengurangi kemacetan demi kepentingan masyarakat.
g. Kelompok Penekan: Media massa, karena dengan pemberitaan dari media massa di publik, maka pemerintah akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di dalam masyarakat saat ini. Jadi secara tidak langsung media massa ini mempunyai kesempatan untuk menekan pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah ini.
Proses Perumusan Kebijakan
Menurut Budi Winarno, ada empat tahap dalam perumusan kebijakan publik yaitu: perumusan masalah, agenda kebijakan, pemilihan alternatif kebijakan untuk memcahkan masalah, dan tahap penetapan kebijakan. Kebijakan Busway merupakan salah satu kebijakan publik yang juga mengalami empat tahap tersebut. Agar lebih jelas, maka berikut akan dijelaskan mengenai empat tahap tersebut dalam Kebijakan Busway ini:
a. Tahap pertama: tahap perumusan masalah
Berawal dari masalah publik yang terjadi di Jakarta, yaitu kemacetan. Hampir setiap hari ibukota Indonesia ini mengalami kemacetan yang parah. Apalagi saat pagi hari ketika masyarakat akan memulai aktifitasnya ke kantor atau sekolah dan juga di sore hari ketika masyarakat selesai beraktifitas. Keaadan Jakarta ketika sedang macet membuat warga kota sangat tidak nyaman. Panas, pengap, padat dan sebagainya selalu mewarnai kemacetan yang terjadi. Dampak lainnya adalah pemborosan bahan bakar karena ketika menunggu macet ini mesin kendaraan terus beroperasi sehingga bahan bakar akan terbuang sia-sia. Tidak hanya pemborosan bahan bakar saja, kemacetan ini juga menyebabkan banyak waktu yang terbuang percuma.
Masalah seperti kemacetan ini merupakan masalah publik karena mengakibatkan kerugian bagi orang banyak dan harus segera diselesaikan. Kemacetan di Jakarta diakibatkan oleh padatnya jumlah kendaraan yang melintas tanpa diimbangi ruas jalan yang cukup, sehingga laju kendaraan akan menjadi lambat. Lambatnya laju kendaraan inilah yang menyebabkan kemacetan. Banyak pihak yang mengeluhkan adanya kemacetan ini, khususnya adalah masyarakat Jakarta. Apabila masalah ini tidak segera diselesaikan maka akan jelas menimbulkan masalah lain yang lebih parah seperti ketidakefisienan waktu yang akan berdampak pada perekonomian dan lainnya.
Jadi ketika keadaan seperti ini masyarakat membutuhkan sistem transportasi yang baik di Jakarta. Jika pemerintah ingin menambah panjang jalan untuk menampung jumlah kendaraan, hal tersebut tentu tidak bisa terlaksana karena tidak ada lahan lagi untuk membangun jalan raya lagi. Sedangkan di Jakarta, jumlah jalan layang juga sudah banyak. Ketika pemerintah akan menertibkan pengguna kendaraan yang ada, maka hal tersebut juga akan sulit dilakukan. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang tidak taat lalu lintas. Sebenarnya Pemerintah Jakarta telah menerapkan beberapa sistem lalu lintas seperti three in one, yaitu kebijakan yang mengharuskan setiap mobil yang lewat di beberapa jalan tertentu harus berisiskan minimal tiga penumpang. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan kendaraan yang beroperasi dengan berisi tiga orang dalam setiap mobil. Namun, kebijakan tersebut sering dilanggar oleh masyarakat. Ketika akan melewati beberapa jalan tertentu yang wajib three in one, maka mereka akan memanfaatkan jasa ‘joki’ untuk menjadi penumpang dadakan. Kemudian baru setelah melewati jalan tersebut, joki itu diturunkan lagi. Hal ini menyebabkan kebijakan ini tidak efektif. Kesadaran masyarakat akan kebijakan ini sangat kurang.
Sehingga dalam perumusan masalahnya pemerintah ingin membuat suatu cara agar kemacetan di Jakarta dapat dikurangi secara signifikan. Cara ini merupakan suatu hal yang belum pernah diterapkan sebelumnya dan juga harus bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat akan kenyamanan dan keamanan saat bepergian.
b. Tahap kedua: agenda kebijakan
Agenda kebijakan didefinisikan sebagai tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu (Budi Winarno, 2008:80). Masalah publik masyarakat Jakarta mengenai kemacetan merupakan masalah publik yang sudah pasti masuk ke dalam agenda kebijakan karena tingkat ‘penting’nya masalah ini tergolong tinggi. Kemacetan di Jakarta telah dirasakan warganya sudah lama dan menyebabkan kerugian bagi masyarakatnya, sehingga perlu adanya penanganan yang serius dari pemerintah DKI Jakarta.
Roger W. Cobb dan Charles D. Elder dalam Budi Winarno (2008:84) mengidentifikasikan dua macam agenda pokok, yakni agenda sistemik dan agenda lembaga atau pemerintah. Dari kedua jenis agenda tersebut, masalah publik mengenai kemacetan di Jakarta merupakan agenda lembaga atau pemerintah. Karena sifat masalahnya yang harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah, maka masalah yang masuk dalam agenda ini haruslah segera dicari solusi dan juga beberapa alternatif terbaik.
c. Tahap ketiga: pemilihan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah.
Pada tahap ini pemecahan masalah atau solusi dari kemacetan di Jakarta mulai dimunculkan. Beberapa solusi untuk masalah tersebut dikemukakan dalam beberapa alternatif. Sumber alternatif ini dapat diambil berdasarkan analisis biaya manfaat, penelitian, pandangan pakar, permintaan dari pihak yang memiliki otoritas, dan pengetahuan teknis. Solusi utama masalah tersebut adalah menciptakan sarana tranportasi massal yang bisa mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum sehingga jumlah kendaraan yang melaju di jalan bisa dikurangi. Untuk menciptakan alat transportasi yang aman, nyaman dan cepat. Adapun alternatif yang muncul dalam masalah ini adalah:
1. Pembangunan sistem angkutan monorel. Monorel atau jalur kereta tunggal yang di bangun di Jakarta. Dengan monorel ini maka warga Jakarta akan bisa bepergian dengan cepat dan murah. Dilihat dari segi ekonomi, pembangunan monorel ini diperkirakan menghabiskan dana hingga Rp. 4 Trilyun (http://majalah.tempointeraktif.com/). Pembangunan jalur monorel ini bekerjasama dengan Malaysia. Panjang jalur yang direncanakan adalah 24 km. Dalam sistem pembangunannya dinilai tidak mengganggu kelancaran lalu lintas, karena semua infrastruktur akan dibuat di pabrik di Malaysia. Sedangkan untuk pemasangannya bisa dilakukan kemudian.

2. Pembangunan Sistem Angkutan Busway
Sistem angkutan ini diadaptasi dari sistem angkutan yang ada di Kota Bogota, Kolombia. Ide pembangunan ini muncul ketika Gubernur DKI Jakarta saat itu sedang berkinjung ke Bogota. Beliau melihat peluang bahwa sistem transportasi seperti ini bisa mengurangi kemacetan di Jakarta. Busway ini seperti bus lainnya, yang menjadi pembeda adalah Busway ini mempunyai jalur khusus yang tidak boleh dilewati oleh kendaraan lain. Biaya untuk membangun jalur dan armada Busway serta sarana penunjang lainnya sebesar Rp. 109,4 Milyar (http://majalah.tempointeraktif.com/). Sedangkan dalam pembangunan jalurnya akan mengakibatkan kemacetan.
Setelah melalui pembahasan berdasarkan sumber daya yang ada, maka alternatif yang dipilih adalah membangun sistem angkutan Busway dengan beberapa pertimbangan yaitu:
a. Biaya yang dikeluarkan untuk membangun jalur, armada dan sarana penunjang lainnya lebih murah jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk membangun monorel. Selain itu pembangunan monorel juga akan memakan waktu yang lama.
b. Memang dalam pembangunan jalur Busway akan mengakibatkan kemacetan lalu lintas. Namun pertimbangan yang ada adalah ini hanya sementara.
Memang untuk saat itu, yaitu tahun 2004 Busway yang dipilih untuk segera dilaksanakan. Namun beberapa kemudian Pemerintah Jakarta akhirnya melakukan proyek monorel ini di tahun yang sama. Seperti yang dijadwalkan, pembangunan monorel ini akan membutuhkan waktu dua tahun. Tetapi pada kenyataannya pembangunan ini terhenti begitu saja.
d. Tahap keempat: tahap penetapan kebijakan
Setelah dipilih alternatif tersebut, maka solusi untuk membangun Busway ini disetujui oleh Gubernur DKI Jakarta untuk dilegalkan sebagai kebijakan melalui Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusu Ibukota Jakarta Nomor 110 tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Trans Jakarta-Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Model Perumusan Kebijakan
Dari beberapa model perumusan kebijakan menurut para ahli, kebijakan mengenai Busway termasuk dalam model rasional komprehensif. Berikut beberapa alasannya:
1. Kemacetan merupakan suatu masalah yang dianggap penting dan bermakna dibandingkan dengan masalah lainnya.
2. Berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu diselidiki. Para pembuat kebijakan Busway telah menyelidiki berbagai alternatif yang akan dikemukakan dalam pembahasan. Beberapa alternatif tersebut juga diteliti mengenai biaya dan konsekuensi yang timbul. Setiap alternatif dan konsekuensi yang menyertainya dapat dibandingkan dengan alternatif-alternatif lain. Pembuat keputusan memiliki alternatif beserta konsekuensinya yang memaksimalkan pencapaian tujuan, nilai atau sasaran-sasaran yang hendak dicapai (Budi Winarno 2008:100-101).
Nilai-nilai yang Berpengaruh dalam Pembuatan Keputusan
James Anderson dalam Budi Winarno (2008:133) menyatakan ada lima nilai yang dapat membantu dalam mengarahkan perilaku para pembuat keputusan, yaitu: nilai politik, nilai organisasi, nilai pribadi, nilai kebijakan, dan nilai ideologi. Dalam hubungannya dengan kebijakan Busway ini, tentu nilai-nilai tersebut sangat mempengaruhi para pembuat keputusan dalam merumuskan kebijakan.
1. Nilai-nilai politik
Dalam sebuah proses pembuatan kebijakan tentu terdapat maksud-maksud politis yang akan memberikan keuntungan bagi para pembuatnya. Seperti kebijakan Busway ini, pembuat kebijakan adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta khususnya Gubernur dan juga Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Bisa saja dengan dikeluarkannya kebijakan Busway ini mereka ingin meraih keuntungan-keuntungan bagi kelompoknya.
2. Nilai-nilai organisasi
Kebijakan Busway dikeluarkan dengan pertimbangan bisa memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat. Namun, dibalik semua itu dimungkinkan adanya usaha-usaha untuk tetap melestarikan nilai-nilai organisasi para pembuat kebijakan. Misalnya saja Dinas Perhubungan yang merupakan badan yang bertanggung jawab dalam masalah kemacetan, dengan adanya kebijakan ini maka Dishub DKI Jakarta bisa memperbesar atau memperluas program-program dan kegiatan-kegiatannya.
3. Nilai-nilai pribadi
Kebijakan Busway ini dilaksanakan dengan kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta sebagai penyedia layanan dan pengelolanya. Dalam hal ini dimungkinkan ada kesepakatan-kesepakatan antara pembuat kebijakan dengan pihak swasta yang bersangkutan untuk bisa memenangkan tender Busway ini. Keduanya dapat memperoleh keuntungan ekonomi dengan adanya kesepakatan tersebut.
4. Nilai-nilai kebijakan
Kebijakan Busway ini juga dipengaruhi dengan pertimbangan moral bahwa dengan adanya kebijakan ini akan bisa mengakomodir kepentingan masyarakat akan sistem transportasi yang baik. Tujuan utamanya dengan adanya Busway ini maka bisa menghemat waktu sehingga masyarakat lebih produktif.
5. Nilai-nilai ideologi
Dalam kebijakan ini tidak begitu muncul nilai-nilai ideologi yang keluar. Kemacetan di Jakarta merupakan masalah yang perlu penanganan yang bersifat teknis. Sedangkan ideologi merupakan nilai-nilai yang dipercayai dan mendarah daging dan biasanya dilakukan dalam kegiatan sehari-hari.


PENUTUP
KESIMPULAN
Kebijakan Busway merupakan solusi dari permasalahan kemacetan di Jakarta. Kebijakan ini disusun dengan melalui beberapa tahap sebelum kebijakan ini disahkan. Dalam proses perumusan kebijakan ini, model yang digunakan adalah model rasional komprehensif. Selain itu, ada juga beberapa nilai yang mempengaruhi para pembuat keputusan dalam perumusan kebijakan.

Daftar Pustaka
Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Medpress
http://majalah.tempointeraktif.com/
http://wikipedia.com/Transjakarta
http://tempointeraktif.com/DPR-meragukan-kesuksesan-busway


Artikel Sejenis :



Tidak ada komentar: