Unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, dan long march. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia dan diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Di samping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping kata standar, implemen, dan objek.
Pedoman EYD mengatur kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur-unsur serapan. Beberapa kaidah yang berlaku misalnya c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k (cubic menjadi kubik, construction menjadi konstruksi), q menjadi k (aquarium menjadi akuarium, frequency menjadi frekuensi), f tetap f (fanatic menjadi fanatik, factor menjadi faktor), ph menjadi f (phase menjadi fase, physiology menjadi fisiologi).
Akhiran-akhiran asing pun dapat diserap dan disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Misalnya akhiran -age menjadi -ase, -ist menjadi -is, -ive menjadi -if.
Akan tetapi, dengan berbagai kaidah unsur serapan tersebut, kesalahan penyerapan masih sering kali dilakukan oleh para pemakai bahasa. Pujiono menemukan kata sportifitas lebih banyak muncul di Google dibandingkan kata sportivitas, demikian pula dengan kata aktifitas dibandingkan dengan kata aktivitas.
Satu hal lagi, bahasa Indonesia memang termasuk luwes dalam menerima dan menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain. Namun keluwesan ini hendaknya tidak membuat kita serampangan dalam membentuk istilah baru dan mengabaikan khazanah bahasa kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar