PENDAHULUAN
Kegiatan surat-menyurat dinas desa merupakan salah satu bentuk kegiatan kedinasan ang tidak bisa dianggap remeh fungsinya. Kegiatan membuat surat-surat dinas ini lazimnya menjadi tugas seorang sekretaris desa. Tapi kenyataan di desa-desa tertentu --dengan adanya suatu alasan tertentu pula--, tidak menutup kemungkinan kegiatan penulisan surat ini dikerjakan sendiri oleh seorang kepala desa atau perangkat desa yang lain.
Bermacam-macam surat yang dibuat aparat pelaksana administrasi desa tentu saja merupakan jenis-jenis surat kedinasan yang bersifat resmi. Untuk itu sudah sewajarnya jika aturan atau kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi syarat mutlak bagi setiap penulisan salah satu dari jenis surat yang telah disebutkan.
Ironisnya, masih banyak diantara pelaksana pembuat surat dinas desa seperti Carik -sekretaris desa atau pelaksana lainnya--, justru belum faham terhadap penerapan kaidah-kaidah penulisan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Akibatnya masih sering ditemukan berbagai kesalahan dalam penulisan surat-surat penting ini. Ada dua kemungkinan mengapa sampai pelaksana administrasi desa tidak menerapkan kaidah-kaidah bahasa. Pertama, saat membuat surat mereka memang benar-benar tidak tahu kalau telah melanggar kaidah bahasa. Kedua, karena mereka kurang perduli dengan kaidah-kaidah bahasa yang telah ditentukan. Secara umum kesalahan-kesalahan yang dilakukan adalah pelanggaran pada kaidah-kaidah, yang meliputi; kaidah pembentukan kata, pemilihan kata yang tepat, penyusunan gramatika kalimat, pembentukan paragraf, penataan penalaran, serta kesalahan penerapan ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (Arifin, E. Zainal dan Farid Hadi, 1993:12-13).
Untuk itu, penelitian ini dimaksudkan untuk menguraikan hasil penelusuran berkaitan dengan masalah kesalahan berbahasa tersebut, terutama sekali pada kegiatan surat menyurat dinas desa di kabupaten Bojonegoro. Alasan mengapa kabupaten Bojonegoro yang dipilih menjadi target dalam penelitian ini, karena desa-desa di wilayah kabupaten Bojonegoro ditengarai masih memiliki tingkat kesalahan yang memprihatinkan. Terutama sekali untuk wilayah-wilayah di luar Kecamatan Kota, dan yang masih dalam kategori desa tertinggal. Prioritas yang menjadi sorotan dalam hasil penelitian ini antara lain meliputi: identifikasi berbagai tingkat kesalahan yang masih sering dibuat, mencari penyebab kesalahan, serta saran paling memungkinkan yang bisa dijadikan sebagai solusi terbaik untuk menangani masalah kesalahan tersebut.
Pentingnya pembinaan dan pemasyarakatan bahasa Indonesia yang baik dan benar telah tercermin dalam pasal 36 UUD 1945. Bahkan pentingnya pembinaan bahasa Indonesia ini sempat menjadi agenda nasional, yakni melalui ketetapan MPR tentang GBHN sektor kebudayaan butir f, bahwa: "Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia perlu terus ditingkatkan. Serta penggunaannya secara baik, benar, dan penuh kebanggaan perlu dimasyarakatkan. Sehingga bahasa Indonesia menjadi wahana komunikasi Problematika Kesalahan Penulisan Surat Menyurat Dinas Desa yang Dilakukan Para Pelaksana Administrasi di Desa-desa Tertinggal (Moch. Jalal) yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan, serta mendukung pembangunan bangsa" (GBHN, 1988:42).
Berbicara mengenai tingkat kesalahan, berarti kita sedang membicarakan kemampuan berbahasa seseorang. Untuk itu bisa merujuk pada pendapat Mackey sebagaimana yang dikutip Alwasilah (1990:126), bahwa faktor yang berpengaruh pada kemampuan berbahasa seseorang, diantaranya adalah faktor internal yaitu aptitude, yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor:(1) Seks, (2) Usia, (3) Intelegensi, (4) Ingatan, (5) Sikap bahasa, dan (6) Motivasi.
METODE PENELITIAN
Tipe penelitian yang diusulkan ini adalah deskriptif yang difokuskan pada penggalian data-data kualitatif, dengan harapan akan bisa diperoleh gambaran lebih detail dan rinci terhadap obyek penelitian.
Populasi penelitian ini adalah semua pelaksana administrasi desa di desa-desa tertinggal wilayah Kabupaten Bojonegoro yang masih punya permasalahan kesalahan penerapan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, dalam rangka membuat surat dinas desa. Sehingga kriteria responden yang akan dipilih adalah: (1) Pelaksana administrasi surat-menyurat dinas desa di desa-desa tertinggal wilayah Kabupaten Bojonegoro. (2) Masih belum bisa menerapkan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk membuat surat dinas desa.
Peneliti akan melakukan kajian terhadap arsip surat dinas setahun terakhir pada masing-masing desa. Jika seandainya menemukan kesalahan-kesalahan dalam pembuatan surat, akan dilanjutkan wawancara mendalam terhadap pelaksana administrasinya. Jika tidak ditemukan, berarti desa itu tidak masuk dalam kriteria sebagai responden. Jadi ada dua unsur utama yang menjadi obyek kajian dari masing-masing desa, yaitu pembuat surat dinas, dan arsip-arsip surat dinas setahun terakhir. Selanjutnya data-data akan dikumpulkan dari tiap-tiap desa sampai pada taraf jenuh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum naskah kedinasan di tingkat desa/kelurahan dapat dibedakan menjadi dua jenis : pertama, naskah dinas dalam bentuk peraturan perundang-undangan, dan kedua, naskah dinas dalam bentuk surat. Naskah dinas dalam bentuk peraturan perundang-undangan meliputi semua bentuk keputusan atau ketetapan pemerintah desa berkaitan dengan kebijakan yang dibuat untuk mengatur segala urusan pemerintahan, yang meliputi antara lain: keputusan desa/kelurahan, keputusan kepala desa/kelurahan, keputusan bersama kepala desa/kelurahan, dan instruksi kepala desa/kelurahan.
Naskah dinas dalam bentuk surat, pada dasarnya menyangkut semua surat-menyurat dinas yang dibuat oleh pemerintah di tingkat desa/kelurahan. Berbagaijenis surat dinas yang pembuatannya kerap menjadi tugas pemerintah desa, dapat dikategorikan menjadi berbagai jenis, antara lain: surat biasa, surat edaran, surat keterangan, surat pengantar, surat perintah, surat ijin, surat perjanjian, surat undangan, surat panggilan, dan surat kuasa.
Pada setiap harinya, kebanyakan selalu ada saja penduduk desa yang mendatangi balai desa untuk meminta surat tertentu. Dari keseluruhan jenis surat yang telah disebutkan di atas, jenis surat pengantar dan surat keterangan adalah jenis yang paling sering di minta penduduk.
Semua naskah dinas yang dibuat di tingkat desa pada umumnya dibuat oleh sekretaris desa, kemudian ditandatangani oleh kepala desa. Namun dalam keadaan tertentu, misalnya karena kepala desa sedang berhalangan, sekretaris desa juga diberi wewenang untuk melakukan penandatanganan atas nama kepala desa/ kelurahan. Dalam keadaan tertentu pula, misalnya karena sekretaris desa tidak ada/non-aktif, adakalanya seorang kepala desa harus membuat sendiri dan sekaligus menandatangani naskah dinas tertentu. Surat-surat yang bisa ditandatangani sekretaris desa untuk mewakili kepala desa/kelurahan, antara lain: surat biasa, surat edaran, surat keterangan, surat perintah, surat pengantar, surat undangan, surat panggilan, surat ijin, surat kuasa, dan lain-lain. Tetapi untuk surat-surat semacam keputusan dan perundang-undangan, selagi ada yang menjabat sebagai kepala desa/kelurahan, hendaknya harus ditandatangani sendiri.
a. Bentuk-bentuk Kesalahan Penulisan Surat
Fungsi bahasa yang paling utama adalah untuk menyampaikan maksud seseorang kepada orang lain. Dari sudut pandang ini apabila maksud yang hendak disampaikan seseorang sudah bisa ditangkap oleh orang lain, berarti orang tersebut telah berbahasa dengan benar. Tetapi mengingat situasi berbahasa itu bermacam-macam, tidak selamanya kondisi berbahasa yang sudah dianggap benar tersebut adalah baik. Berdasarkan uraian tersebut, maka ada ada dua syarat utama yang harus dipenuhi oleh setiap pemakai bahasa Indonesia supaya performasi bahasanya bisa baik dan benar. Syarat-syarat itu meliputi: memahami sebaik-baiknya kaidah bahasa Indonesia, dan memahami benar situasi kebahasaan yang dihadapinya.
Tiga kaidah dasar yang selama ini selalu menjadi sistem bahasa Indonesia (Widhagdho, 1994:1-6), yaitu : (1). Kata yang penting disebutkan atau dituliskan lebih dulu, sesudah itu baru keterangannya. Artinya, kata yang diterangkan berada di depan kata yang menerangkan. Dengan istilah lain, bahasa Indonesia mengikutihukum D-M (diterangkan - menerangkan). (2). Tidak mengenal perubahan bentuk kata benda sebagai akibat penjamakan. (3). Tidak mengenal tingkatan dalam pemakaiannya. Dari tiga kaidah dasar ini akhirnya disusunlah sebuah kaidah-kaidah pengembangan lain sebagai penjabarannya. Sebagai contoh, dalam pemakaian bahasa tulis ditetapkan kaidah penerapan ejaan bahasa Indonesia yang memuat beberapa aturan atau cara mentransformasikan bahasa Indonesia lisan ke bentuk tulisan. Beberapa aturan yang ada, antara lain : mengatur bagaimana cara menulis huruf kapital, tata cara pemisahan suku kata, penulisan partikel dan kata depan, serta berbagai aturan lainnya.
Problematika Kesalahan Penulisan Surat Menyurat Dinas Desa yang Dilakukan Para Pelaksana Administrasi di Desa-desa Tertinggal (Moch. Jalal) Pada situasi bahasa tertentu penerapan aturan-aturan tertentu berkaitan dengan pemakaian bahasa memang mutlak diperlukan. Pada aktivitas surat-menyurat dinas misalnya, penerapan aturan-aturan yang sudah ditetapkan, baik itu penulisan ejaan maupun sistematika penulisan lain harus ditulis dengan benar. Apabila kaidah-kaidah bahasa tersebut dilanggar, dapat dikatakan telah terjadi kesalahan pada praktik berbahasa itu. Berkaitan dengan kegiatan penulisan surat dinas desa, kesalahan-kesalahan yang ditemukan adalah sebagai berikut:
1. Kesalahan penulisan huruf kapital
Pada praktik pembuatan surat dinas desa, kesalahan penulisan huruf kapital atau huruf besar sering ditemukan menjadi salah satu bentuk kesalahan yang dilakukan oleh sekretaris desa. Berkaitan dengan huruf kapital ini ada dua kesalahan umum yang ditemukan, yaitu pertama, tidak digunakannya huruf kapital, dan kedua, digunakannya huruf kapital yang seharusnya tidak pergunakan. Rambu-rambu penulisan huruf kapital seharusnya adalah sebagai berikut: sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat, sebagai huruf pertama petikan langsung, sebagai huruf pertama ungkapan berkaitan dengan Tuhan dan kitab suci, sebagai huruf pertama (nama gelar, jabatan, pangkat) yang diikuti nama orang, sebagai huruf pertama nama (bangsa, suku bangsa, bahasa, agama, nama geografi., hari, bulan, tahun, hari raya, peristiwa sejarah, negara, lembaga pemerintah, ketatanegaraan, dukumen resmi), dan sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan (Pateda dan Pulubuhu, 1993 : 74-76).
2. Kesalahan penulisan kata depan
Pada aturan bahasa Indonesia yang baku jelas-jelas disebutkan, bahwa kata depan di, ke, dan dari, ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, kecuali pada gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada (Santoso, 1990:170). Karena memang kadang-kadang banyak orang yang kesulitan dalam membedakan mana yang termasuk kata depan dan mana yang bukan, kesalahan penulisan kata depan masih sering dijumpai dalam berbagai praktik penulisan. Pada kegiatan penulisan surat dinas desa, kesalahan serupa juga banyak dilakukan oleh para pembuatnya. Pada arsip-arsip surat setiap desa yang diteliti, tidak ada satu desa pun yang tidak melakukan kesalahan penulisan kata depan yang benar. Artinya, kebanyakan sekretaris desa memang tidak memahami
kaidah penulisan kata depan yang benar. Dalam berbagai kasus, mereka banyak menyamakan antara di/ke yang merupakan kata depan dan di/ke yang merupakan afiks.
3. Kesalahan penulisan tanda baca
Tanda baca dalam sistem ejaan bahasa Indonesia terdiri dari tanda-tanda: titik (.), koma (,), garis miring (/), titik koma (;), titik dua (:). tanda hubung (-), tanda pisah(-), tanda elipsis (…), tanda petik (“), tanda petik satu (‘), tanda seru (!), tanda tanya (?), tanda kurung ((..)), dan tanda siku ([…]). Pada praktik pembuatan surat dinas desa, tanda baca yang secara produktif sering digunakan antara lain: tanda titik (.), tanda koma (,), garis miring (/), tanda titik dua (:), dan tanda hubung (-). Di antara tanda-tanda baca yang dipergunakan tersebut, tanda titik (.), (,), dan tanda garis miring (/),Jurnal Penelitian Dinamika Sosial Vol. 2 No. 2 Agustus 2001: 84 - 86 merupakan tanda-tanda yang sering ditulis secara salah oleh pembuat surat dinas desa. Berbagai kasus kesalahan berkaitan dengan tanda baca yang ditulis pembuat surat dinas desa antara lain berupa: tidak dipakainya tanda baca tertentu, (terutama untuk titik (.) dan koma (,) , dan dipakainya tanda baca tidak pada tempatnya, (terutama titik (.) dan garis miring (/)).
4. Kesalahan penulisan/pemilihan kata
Pada proses pembuatan surat dinas, penulisan atau pemilihan kata yang benar dan tepat ternyata juga menjadi persoalan bagi para sekretaris desa. Adakalanya seorang sekretaris desa menuliskan sebuah kata dengan ejaan/huruf yang keliru. Di sisi lain, banyak pula ditemukan kasus pemilihan kata yang sebenarnya kurang cocok dengan topik yang sedang ditulisnya. Misalnya, kata “beserta” ditulis “berserta”, “melamar pekerjaan” ditulis “ngelamar pekerjaan”, dan lain-lain. Secara umum, kesalahan yang sering dilakukan berkaitan dengan masalah kata adalah: kesalahan penulisan kata berkaitan dengan masalah imbuhan, kesalahan penulisan ejaan kata-kata tertentu, dan kesalahan pemilihan kata.
Penulisan atau pemilihan kata yang tepat sangat penting dalam penyusunan sebuah kalimat. Artinya, kesalahan akibat penulisan/pemilihan kata yang dilakukan dapat berakibat pada salahnya kalimat yang sedang disusun. Seringkali kata digunakan secara tidak tepat dalam membangun sebuah kalimat. Ketidaktepatan penggunaan kata tersebut bisa disebabkan karena artinya yang kurang cocok, menjadi bermasalah ketika digabungkan dengan kata lain dalam sebuah satuan yang lebih kompleks, atau karena salah dalam menuliskannya. Jadi, kata dapat menyebabkan kesalahan sebuah kalimat apabila: salah bentuknya, salah artinya, salah fungsinya, dan salah susunannya (Widagdho, 1994:47).
5. Kesalahan penyusunan kalimat
Selain karena faktor kesalahan kata, kesalahan sebuah kalimat juga bisa disebabkan karena persoalan penyusunan serta logikanya. Beberapa aturan dasar yang telah disepakati dalam sistem bahasa Indonesia, antara lain adalah: (1) Yang diterangkan diletakkan di depan; yang menerangkan diletakkan di belakang, yaitu terkenal dengan hukum D-M. (2) Untuk menyatakan milik cukup dengan menjajarkan benda yang dimiliki dengan benda yang memiliki. (3) Hubungan antara kata pada prinsipnya bersifat sintetis (Widagdho, 1994:53).
Menurut penyelidikan susunan kata dalam bahasa Indonesia --baik berupa aneksi dan kata majemuk, maupun berupa kalimat-- ternyata berdasarkan aturan; segala sesuatu yang menerangkan (M) selalu diletakkan di belakang yang diterangkan (D). Atas dasar ketentuan-ketentuan itu, maka apabila kita temukan susunan kata dalamsuatu kalimat tidak sesuai atau menyimpang dengan ketentuan tersebut, berarti kalimat itu salah. Pada praktik penulisan surat dinas desa sering ditemukan pelanggaran terhadap aturan penyusunan kalimat seperti yang telah dijabarkan tersebut.
Problematika Kesalahan Penulisan Surat Menyurat Dinas Desa yang Dilakukan Para Pelaksana Administrasi di Desa-desa Tertinggal (Moch. Jalal) b. Kondisi-Kondisi yang Berpotensi Menjadi Penyebab Problematika Kesalahan Penulisan Surat
Faktor penyebab utama, mengapa sampai terjadi tingkat kesalahan yang sedemikian rupa pada praktik penulisan surat dinas di desa-desa, tentu saja harus dikembalikan pada persoalan SDM tiap-tiap sekretaris desa. Artinya, setiap kesalahan yang dibuat selalu berkorelasi dengan keterbatasan pengetahuan orang yang membuat kesalahan tersebut. Masing-masing sekretaris desa akan memiliki kemampuan dan keterbatasan yang berbeda. Artinya, secara kualitatif mereka juga akan melakukan tingkat kesalahan berbeda. Pernyataan tersebut tentu saja tidak bisa disangkal kebenarannya. Apalagi jika dihubungkan dengan situasi dan kondisi problematika pembuatan surat dinas desa oleh para sekretaris desa di Kabupaten Bojonegoro, kenyataannya juga memang demikian.
Ada beberapa persoalan yang ditengarai berpotensi menjadi pemicu masalah keterbatasan kemampuan serta kesalahan penulisan surat dinas. Beberapa persoalan itu antara lain adalah sebagai berikut :
1. Keterbatasan pengetahuan mengenai aturan-aturan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2. Adanya kecenderungan hanya sekedar meniru dan meneruskan pola-pola kebiasaan surat menyurat yang sudah ada.
3. Terbatasnya kegiatan pembekalan atau pelatihan sekretaris desa dari sisi waktu maupun materi yang diberikan.
4. Tidak adanya evaluasi secara periodik dari pemda setempat berkaitan dengan persoalan surat dinas desa tersebut.
5. Tidak adanya usaha penyeragaman format surat secara keseluruhan, sehingga sekretaris desa hanya perlu memasukkan identitas orang yang meminta surat.
6. Penambahan wawasan pengetahuan tentang teknis pembuatan surat dinas, khususnya mengenai penerapan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, merupakan usaha masing-masing sekretaris desa secara pribadi.
SIMPULAN DAN SARAN
Secara umum penelitian ini menunjukkan masih tingginya tingkat kesalahan dalam menerapkan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar yang dilakukan pelaksana pembuat surat dinas desa. Tidak satu pun pelaksana administrasi desa yang tidak melakukan kesalahan penulisan surat dalam ukuran kualitas dan kuantitas tertentu. Secara umum kondisi tersebut disebabkan oleh keterbatasan kemampuan masing-masing pembuat surat serta beberapa situasi kurang kondusifyang justru malah memicu tingkat kesalahan tersebut. Ada tiga saran yang direkomendasikan untuk mengatasi persoalan tersebut antara lain: dengan memperbaiki kualitas materi pembekalan sekretaris desa, harus ada mekanisme kontrol secara periodik dari pemda setempat terhadap persoalan ini, serta diusahakan penyeragaman form surat untuk masing-masing jenis surat di seluruh desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar