1. Pengenalan
2. Pertelaan
3. Penggolongan
4. Pengkajian hubungan kekerabatan serta keanekaragaman
Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari identifikasi, tatanama, dan klasifikasi suatu objek dan biasanya terbatas pada kajian objek biologik. Serta aturan-aturan, teori, dan asas-asas serta prosedurnya.
Klasifikasi
Gambaran hubungan ilmu taksonomi dengan ilmu botani lainnya: Seorang ahli taksonomi harus mempunyai pengetahuan tentang morfologi, embriologi, anatomi, sitogenetik dan ilmu sejenis lainnya. Kemajuan taksonomi tergantung pada kemajuan cabang-cabang botani lainnya, misalnya sitologi, genetika, anatomi, ekologi, morfologi, palinologi, palaentologi, fitogeografi, fitokimia dan cabang-cabang botani lain sangat berguna bagi botani sistematika. Akan tetapi ilmu-ilmu botani pun tidak akan berjalan pesat secara efisien tanpa bantuan botani sistematika. Percobaan-percobaan yang dilakukan dalam cabang-cabang botani yang banyak tersebut tidak mungkin dapat diulangi dan kebenaran kesimpulannya dikukuhkan kalau identitas objeknya meragukan. Kekurangcermatan dalam penamaan objek percobaan akan menyebabkan nilai suatu penelitian merosot atau bahkan tidak ada harganya sama sekali.
Identifikasi adalah penunjukan, penentuan atau pemastian nama yang benar dan penempatannya di dalam sistem klasifikasi, sedangkan klasifikasi adalah penyusunan tumbuhan secara teratur kedalam sistem hirarki. Nomenclatur/tatanama adalah penerapan teknik penamaan sesuai dengan peraturan-peraturan yang tertera di dalam kode internasionan tatanama tumbuhan.
Objek utama botani systematika bukanlah menemukan nama tumbuhan, tetapi menentukan hubungan dan kedekatan satu organisme tumbuhan dengan yang lainnya, sehingga dapat dikenali sepenuhnya kemiripan dan perbedaanya, karakter umum yang dimiliki bersama dan karekter spesifik yang dimiliki hanya oleh kelompoknya, serta apakah kepemilikan itu tetap, baik bentuk luar maupun struktur dalamnya dan apakah dapat dipakai dalam prakteknya. Hasil analisis dan sintesis karakter inilah yang nantinya dipakai untuk menata organisme tumbuhan tersebut kedalam susunan hirarkhi; ordo, famili, dan sebagainya, dengan kata lain systematis. Penataan ini, dimaksudkan agar alam hayati tersusun rapi dan harmony, sehingga mudah dipahami dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu, laiknya seorang penata maka yang paling dipentingkan bukanlah ragamnya tapi batas-batas keserupaannya. Disini Van Stenis mencoba menjelaskan dokrin dan prinsip-prinsip utama guna pembatasan jenis dan taxon dibawahnya.
Pembatasan spesies ditujukan untuk menyediakan satuan kerangka kerja taksonomis yang sangat penting guna memahami keanekaragaman hayati. Ada tiga elemen penting yang menjadi pijakan dalam membuat keputusan pembatasan spesies yakni;
1. Adanya kepaduan (kohesi) reproduksi yang menyediakan suatu dasar konseptual yang mencakup jantan dan betina dari populasi dan jenis yang sama.
2. Harus mempunyai nilai dignosis sehingga populasi-populasi atau grup dapat dibedakan satu sama lain.
3. Harus mempunyai beberapa kriteria untuk merangking populasi ini pada tingkat jenis.
Pembuatan batasan taxon yang jelas, menjadi sangat penting ketika kita berhadapan dengan flora yang memiliki keanekaragaman tinggi dan variasi yang besar, tidak saja pada jumlah jenisnya tapi juga keadaan alam dan iklim yang ikut serta mempengaruhi munculnya variasi karakter tumbuhan itu, seperti halnya di daerah tropik. Faktor miskinnya material tumbuhan yang diperiksa dan luasnya wilayah persebaran tumbuhan, juga berakibat tidak semua variasi dapat direkam dari sampel yang ada, sehingga banyak spesies yang dihasilkan yang di kemudian hari harus direduksi kembali. Sebaliknya, tanpa berlatar belakang pengetahuan flora daerah tropis tidak mungkin diperoleh pengetahuan kritis yang memadai bagi pembatasan taxon, area distribusinya, variabilitasnya dan konsekwensi nama dan sinonimnya.
Faktor lain yang juga ikut terlibat adalah, faktor subjektivitas pribadi dalam pemilihan karakter yang dianggap penting. Di sini unsur apresiasi seseorang terhadap karakter juga ikut mempengaruhi hasil kerja taksonomi. Jika pembatasan spesies diserahkan penentuannya pada apresiasi seseorang, laiknya karya seni maka hasil yang didapatkan akan sangat beragam sesuai selera senimannya. Untuk menekan maraknya elemen individu ini, diantisipasi dengan pemakaian seluruh sumber informasi karakter yang ada baik morphologi, anatomi, sitologi, molekular bahkan penanaman melalui penngecambahan bijinya. Seperti pada kasus Campanula rotindifolia, dari spesimen yang diperiksa karakter bunga memiliki lima segmen kelopak yang berlepasan, sehingga harus dikeluarkan dari famili Campanulceae (campanula=bentuk lonceng) bahkan dari Sympetalae sekalipun, namun ketika dicoba menanam dari bijinya, maka karakter kelopak bersatu yang merupakan karakter diagnosis famili ini muncul kembali. Fakta ini dapat diterangkan dengan mempertimbangkan keikutsertaan faktor penyusun ulang phisiologi yang menyebabkan terjadinya radikal. Faktor ini dapat menghalangi munculnya karakter konstan pada tingkat famili dan ordo. Kasus ini hanya muncul sebagai unsur salah cetak dalam penampakannya dan jelas independen dengan yang lainnya. Atau mungkin saja basis genetik dari radikal ini mewakili apa yang terdapat dalam genom, tapi selama proses ontogenesis beberapa faktor phisiologi dominan ikut terlibat sehingga penampakannya menjadi normal.
Keberagaman faktor ekologi, geografi, tingkah-laku silang dan hybridisasi akan mengahasilkan penampakan yang bervariasi dan mengikuti suatu pola yang dikenal dengan pola variasi. Esensinya, tiap spesies lineus adalah populasi yang abadi dalam pengertian genetik . Dalam hal ini satu individu dapat bercampur dengan populasi spesiesnya, baik yang memiliki perbedaan yang lebih besar atau lebih kecil. Pencampuran ini menyebabkan munculnya variasi dan polymorphis, yang akan meningkat secara proporsional dengan penambahan ukuran area persebaran. Karakter yang terdifinisi secara genetik tidak dengan sendirinya terwujud secara tepat pada individu yang berbeda, penampakan ini juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan selama proses perkembangan ontogenetik, sehingga spesimen yang mempunyai genetik yang sama bisa jadi mempunyai penampakan berbeda, bahkan tidak saja terjadi pada spesimen yang berbeda, juga pada bagian yang berbeda dalam individu yang sama. Daun dari spesimen juvenil bisa berbeda dengan individu yang sudah dewasa, daun yang berkembang dibawah naungan bisa berbeda dengan yang yang berkembang pada lingkungan yang terbuka. Perbedaan penampakan pada kelompok tumbuhan yang memiliki genotyp yang sama ini dikenal juga dengan variasi phenotyp atau variabilitas, sedangkan perbedaan penampakan pada level dominansi yang disebabkab oleh komposisi genetik yang berbeda dikenal juga dengan variasi genotyp. Barhadapan dengan pola variasi sedemikian, tentu akan rumit menentukan batasan spesies hanya berdasarkan karakter morfologi.
Kecenderungan memakai karakter morphologi dalam pengerjaan suatu flora, disebabkan oleh pendekatan morfologi memberikan jalan tercepat dalam memperagakan kenekaragaman dunia tumbuhan dan dapat dipakai sebagai sistim pengacuan umum yang dapat menampung pernyataan data-data dari bidang lainnya. Selain itu, data morphologi dapat dilihat dengan mudah dan cepat dibanding data dari sumber lainnya. Perlu disadari bahwa klasifikasi berdasarkan sifat morfologi semata-mata bukan merupakan cara yang paling ideal. Khususya ketika kita menjumpai keadaan dimana variasi karakter sangat besar seperti yang terdapat di tropik. Untuk itu perlu dicarikan jalan keluarnya dengan mengunakan metode-metode yang lebih sensitif, sehingga variabilitas yang ada, dapat direkam dengan baik dan menyeluruh dan sintesa yng dihasilkannya pun akan lebih berguna. Banyak spesies yang memiliki batasan yang tidak bernilai secara taksonomy karena terjadinya bias phenotyp terutama struktur vegetatifnya, sehingga pemakaian karakter ini sebaiknya hanya penunjang karakter generatif saja.
Stenis dalam tulisannya mencoba mengambarkan sumber kerancuan dalam pembatasan spesies dan infraspesies, bila pengamatan hanya terpaku pada penampakan material kering herbarium. Dia mencoba menjelaskan fenomena yang sesunguhnya terjadi di alam yang membutuhkan pendekatan yang lebih baik agar semua variasi yang ada ikut terlibat menentukan batasan taxon. Paparan Van Stenis tentang pola variasi menyediakan tempat bagi pendekatan lain seperti; taksonomi ekperimental, anatomi, sitologi, molekular untuk ikut berperan dalam menyusun batasan yang lebih komprehensif dan teruji. Ada beberapa pertimbangan dalam memilih karakter apa yang sebaiknya digunakan dalam pembuatan batasan taxon yaitu; Adakah karakter yang dipakai mempunyai basis genetika yang independen, adakah data yang diperoleh dapat dianlisa dan dibandingkan, serta dengan kombinasinya hypotesa phylogeni dapat diturunkan.
Secara spesifik, ada lima keadaan dimana data morphologi saja tidak memadai dipakai sebagai dasar pembatasan spesies yakni;
1. Ketika dua spesies sympatrik atau parapatrik, tapi sangat mirip secara morphologi, sehingga status spesiesnya sulit diditeksi.
2. Dua populasi allopatrik (terpisah secara goegrafi) mungkin secara morphologi berbeda, tapi status biologinya masih dipertanyakan.
3. Dua populasi parapatrik, yang mungkin secara morphologi berbeda tapi memperlihatkan variasi klinal atau hybridisasi yang luas.
4. Dua bentuk yang secara morphologi berbeda bisa mewakili satu polimorfis dalam satu populasi yang saling interbriding.
5. Satu spesies asexual komplek yang mungkin secara morphologi mempunyai bentuk yang sama, muncul secara independen dari spesies sexual.
Klasifikasi adalah proses pengaturan hewan atau tumbuh-tumbuhan ke dalam takson tertentu brdasarkan persamaan dan perbedaan. Hasil proses pengaturan ini ialah suatu sistim klasifikasi, yang sengaja diciptakan untuk menyatakan hubungan kekerabatan jenis-jenis makhluk hidup satu sama lainnya. Menurut Rideng (1989) bahwa semua klasifikasi bertujuan agar kita mengingat sedikit mungkin, tetapi dalam ingatan tersebut mengandung informasi sebanyak-banyaknya. Dengan mengelompokkan jenis-jenis tumbuhan dalam suatu takson maka ciri-ciri masing-masing individu akan tercermin dalam deskripsi takson tersebut.
Untuk mengenali dan mempelajari makhluk hidup secara keseluruhan tidak mudah sehingga dibuat klasifikasi (pengelompokan) makhluk hidup. Klasifikasi makhluk hidup adalah suatu cara memilah dan mengelompokkan makhluk hidup menjadi golongan atau unit tertentu. Urutan klasifikasi makhluk hidup dari tingkat tertinggi ke terendah (yang sekarang digunakan) adalah Domain (Daerah), Kingdom (Kerajaan), Phylum atau Filum (hewan)/Divisio (tumbuhan), Classis (Kelas), Ordo (Bangsa), Famili (Suku), Genus (Marga), dan Spesies (Jenis).
Tujuan klasifikasi makhluk hidup adalah untuk mempermudah mengenali, membandingkan, dan mempelajari makhluk hidup. Membandingkan berarti mencari persamaan dan perbedaan sifat atau ciri pada makhluk hidup.
Klasifikasi makhluk hidup didasarkan pada persamaan dan perbedaan ciri yang dimiliki makhluk hidup, misalnya bentuk tubuh atau fungsi alat tubuhnya. Makhluk hidup yang memliliki ciri yang sama dikelompokkan dalam satu golongan.
Contoh klasifikasi makhluk hidup adalah :
• Berdasarkan ukuran tubuhnya. Contoh: Tumbuhan dikelompokkan menjadi pohon, perdu, dan semak.
• Berdasarkan lingkungan tempat hidupnya. Contoh: Tumbuhan dikelompokkan menjadi tumbuhan yang hidup di lingkungan kering (xerofit), tumbuhan yang hidup di lingkungan air (hidrofit), dan tumbuhan yang hidup di lingkungan lembab (higrofit).
• Berdasarkan manfaatnya. Contoh: Tumbuhan dikelompokkan menjadi tanaman obat-obatan, tanaman sandang, tanaman hias, tanaman pangan dan sebagainya
• Berdasarkan jenis makanannya. Contoh: Hewan dikelompokkan menjadi hewan pemakan daging (karnivora), hewan pemakan tumbuhan (herbivora), dan hewan pemakan hewan serta tumbuhan (omnivora).
Cara pengelompokan makhluk hidup seperti ini dianggap kurang sesuai yang disebabkan karena dalam pengelompokan makhluk hidup dengan cara demikian dibuat berdasarkan keinginan orang yang mengelompokkannya.
Proses klasifikasi mahluk hidup dilakukan berdasarkan persamaan dan perbedaan ciri - ciri yang dimiliki mahluk hidup tersebut. Jadi suatu kelompok akan terbentuk dari berbagai jenis hewan yang memiliki ciri berbeda membentuk kelompok lain. Langkah selanjutnya kita berikan nama masing - masing kelompok tersebut
3. Tata Nama Mahluk Hidup
Hingga abad ke-18 semua naskah ilmu pengetahuan ditulis dalam bahasa latin sebagai bahasa para ilmuwan.
Nama hewan dan tumbuhan menggunakan bahasa Latin dan memakai nama yang panjang (polinomial).Contoh pada tumbuhan: Sambucus dengan batang berkayu yang bercabang dan memiliki bunga berbentuk payung (Sambuctrs caulea rboreofl oribus umbellaits ). Setelah Carolus Linnaeus memperkenalkan sistem penulisan baru, penulisan polinomial diubah kebinomial.
Beberapa prinsip utama dari sistem penamaan Carolus Linnaeus,
a. Menggunakan bahasa latin
b. Menggunakan kategori
c. Menggunakan dua kata
Di dalam klasifikasi , mahluk hidup dikelompokkan dalam kelompok besar hingga kelompok kecil . Kategori yang digunakan Linnaeus pada waktu iru adalah :
Kingdom (kerajaan)
Filum (Keluarga besar)
Class (Kelas)
Ordo (bangsa)
Famili (suku)
Genus (marga)
Spesies (jenis).
1. Cara Menulis Nama Jenis
Ketentuan - ketentuan yang harus dipenuhi dalam menulis nama jenis dengan sistem tata nama binomial adalah sebagai berikut:
a. huruf pertama dari kata yang menyebutkan marga (genus) ditulis dengan huruf besar, edangkan untuk kata penunjuk spesies ditulis dengan huruf kecil semua . Contoh: Zea mays; Zea = genus mays = spesies
b. Bila nama jenis ditulis dengan tangan atau ketik, harus diberi garis bawah pada kedua kata nama tersebut. Namun bila dicetak harus memakai huruf miring (tanpa garis bawah). contoh: Zea mays bila dicetak ; Zea mays bila diketik.
c. Bila nama penunjuk jenis pada tumbuhan lebih dari dua kata , kedua kata tersebut harus dirangkaikan dengan tanda penghubung. Contoh: Hibiscus rosa sinensis menjadi Hibiscus rosa-sinensis.
Jenis hewan yang terdiri dari tiga suku kata seperti:
Felis maniculata domestica (kucing jinak) tidak dirangkai dengan tanda penghubung sedang untuk varietas perhatikan contoh, Hibiscus sabdarifa varalba (rosela varietas putih).
bila nama jenis itu diberikan untuk mengenang jasa orang yang menemukannya maka nama penemu dapat dicantumkan dengan menambah huruf (i) di belakangnya. contohnya antara lain tanaman pinus yang ditemukan oleh merkus , maka tanaman itu pinus merkusii.
2. Nama Marga / Genus
Nama marga / genus tumbuhan maupun hewan terdiri atas satu kata tunggal yang dapat diambil dari kata apa saja, dapat dari nama hewan, tumbuhan, zat kandungan, dan sebagainya.
Huruf pertamanya ditulis dengan huruf besar. Contoh marga tumbuhan: Solanum (terung - terungan), marga hewan: Canis (anjing), Felis (Kucing).
3. Nama Suku / Famili
Nama Famili diambil dari nama genus organisme yang bersangkutan ditambah akhiran acceaebila itu tumbuhan dan idea bila mahluk itu hewan. Contoh nama famili pada tumbuhan: famili Solanaceae dari solanum + aceae (terung - terungan).
Contoh nama famili hewan:
Familia Canidae dari Canis + idae
Famili Felidae dari Felis + idae
4. Nama Kelas adalah nama genus + nae, contoh : Equisetum + nae, menjadi kelas Equisetinae.
5. Nama Ordo adalah nama genus + ales , contoh : Zingiber + ales, menjadi ordo Zingiberales.
Gambaran hubungan ilmu taksonomi dengan ilmu botani lainnya: Seorang ahli taksonomi harus mempunyai pengetahuan tentang morfologi, embriologi, anatomi, sitogenetik dan ilmu sejenis lainnya. Kemajuan taksonomi tergantung pada kemajuan cabang-cabang botani lainnya, misalnya sitologi, genetika, anatomi, ekologi, morfologi, palinologi, palaentologi, fitogeografi, fitokimia dan cabang-cabang botani lain sangat berguna bagi botani sistematika. Akan tetapi ilmu-ilmu botani pun tidak akan berjalan pesat secara efisien tanpa bantuan botani sistematika. Percobaan-percobaan yang dilakukan dalam cabang-cabang botani yang banyak tersebut tidak mungkin dapat diulangi dan kebenaran kesimpulannya dikukuhkan kalau identitas objeknya meragukan. Kekurangcermatan dalam penamaan objek percobaan akan menyebabkan nilai suatu penelitian merosot atau bahkan tidak ada harganya sama sekali.
Identifikasi adalah penunjukan, penentuan atau pemastian nama yang benar dan penempatannya di dalam sistem klasifikasi, sedangkan klasifikasi adalah penyusunan tumbuhan secara teratur kedalam sistem hirarki. Nomenclatur/tatanama adalah penerapan teknik penamaan sesuai dengan peraturan-peraturan yang tertera di dalam kode internasionan tatanama tumbuhan.
Objek utama botani systematika bukanlah menemukan nama tumbuhan, tetapi menentukan hubungan dan kedekatan satu organisme tumbuhan dengan yang lainnya, sehingga dapat dikenali sepenuhnya kemiripan dan perbedaanya, karakter umum yang dimiliki bersama dan karekter spesifik yang dimiliki hanya oleh kelompoknya, serta apakah kepemilikan itu tetap, baik bentuk luar maupun struktur dalamnya dan apakah dapat dipakai dalam prakteknya. Hasil analisis dan sintesis karakter inilah yang nantinya dipakai untuk menata organisme tumbuhan tersebut kedalam susunan hirarkhi; ordo, famili, dan sebagainya, dengan kata lain systematis. Penataan ini, dimaksudkan agar alam hayati tersusun rapi dan harmony, sehingga mudah dipahami dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu, laiknya seorang penata maka yang paling dipentingkan bukanlah ragamnya tapi batas-batas keserupaannya. Disini Van Stenis mencoba menjelaskan dokrin dan prinsip-prinsip utama guna pembatasan jenis dan taxon dibawahnya.
Pembatasan spesies ditujukan untuk menyediakan satuan kerangka kerja taksonomis yang sangat penting guna memahami keanekaragaman hayati. Ada tiga elemen penting yang menjadi pijakan dalam membuat keputusan pembatasan spesies yakni;
1. Adanya kepaduan (kohesi) reproduksi yang menyediakan suatu dasar konseptual yang mencakup jantan dan betina dari populasi dan jenis yang sama.
2. Harus mempunyai nilai dignosis sehingga populasi-populasi atau grup dapat dibedakan satu sama lain.
3. Harus mempunyai beberapa kriteria untuk merangking populasi ini pada tingkat jenis.
Pembuatan batasan taxon yang jelas, menjadi sangat penting ketika kita berhadapan dengan flora yang memiliki keanekaragaman tinggi dan variasi yang besar, tidak saja pada jumlah jenisnya tapi juga keadaan alam dan iklim yang ikut serta mempengaruhi munculnya variasi karakter tumbuhan itu, seperti halnya di daerah tropik. Faktor miskinnya material tumbuhan yang diperiksa dan luasnya wilayah persebaran tumbuhan, juga berakibat tidak semua variasi dapat direkam dari sampel yang ada, sehingga banyak spesies yang dihasilkan yang di kemudian hari harus direduksi kembali. Sebaliknya, tanpa berlatar belakang pengetahuan flora daerah tropis tidak mungkin diperoleh pengetahuan kritis yang memadai bagi pembatasan taxon, area distribusinya, variabilitasnya dan konsekwensi nama dan sinonimnya.
Faktor lain yang juga ikut terlibat adalah, faktor subjektivitas pribadi dalam pemilihan karakter yang dianggap penting. Di sini unsur apresiasi seseorang terhadap karakter juga ikut mempengaruhi hasil kerja taksonomi. Jika pembatasan spesies diserahkan penentuannya pada apresiasi seseorang, laiknya karya seni maka hasil yang didapatkan akan sangat beragam sesuai selera senimannya. Untuk menekan maraknya elemen individu ini, diantisipasi dengan pemakaian seluruh sumber informasi karakter yang ada baik morphologi, anatomi, sitologi, molekular bahkan penanaman melalui penngecambahan bijinya. Seperti pada kasus Campanula rotindifolia, dari spesimen yang diperiksa karakter bunga memiliki lima segmen kelopak yang berlepasan, sehingga harus dikeluarkan dari famili Campanulceae (campanula=bentuk lonceng) bahkan dari Sympetalae sekalipun, namun ketika dicoba menanam dari bijinya, maka karakter kelopak bersatu yang merupakan karakter diagnosis famili ini muncul kembali. Fakta ini dapat diterangkan dengan mempertimbangkan keikutsertaan faktor penyusun ulang phisiologi yang menyebabkan terjadinya radikal. Faktor ini dapat menghalangi munculnya karakter konstan pada tingkat famili dan ordo. Kasus ini hanya muncul sebagai unsur salah cetak dalam penampakannya dan jelas independen dengan yang lainnya. Atau mungkin saja basis genetik dari radikal ini mewakili apa yang terdapat dalam genom, tapi selama proses ontogenesis beberapa faktor phisiologi dominan ikut terlibat sehingga penampakannya menjadi normal.
Keberagaman faktor ekologi, geografi, tingkah-laku silang dan hybridisasi akan mengahasilkan penampakan yang bervariasi dan mengikuti suatu pola yang dikenal dengan pola variasi. Esensinya, tiap spesies lineus adalah populasi yang abadi dalam pengertian genetik . Dalam hal ini satu individu dapat bercampur dengan populasi spesiesnya, baik yang memiliki perbedaan yang lebih besar atau lebih kecil. Pencampuran ini menyebabkan munculnya variasi dan polymorphis, yang akan meningkat secara proporsional dengan penambahan ukuran area persebaran. Karakter yang terdifinisi secara genetik tidak dengan sendirinya terwujud secara tepat pada individu yang berbeda, penampakan ini juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan selama proses perkembangan ontogenetik, sehingga spesimen yang mempunyai genetik yang sama bisa jadi mempunyai penampakan berbeda, bahkan tidak saja terjadi pada spesimen yang berbeda, juga pada bagian yang berbeda dalam individu yang sama. Daun dari spesimen juvenil bisa berbeda dengan individu yang sudah dewasa, daun yang berkembang dibawah naungan bisa berbeda dengan yang yang berkembang pada lingkungan yang terbuka. Perbedaan penampakan pada kelompok tumbuhan yang memiliki genotyp yang sama ini dikenal juga dengan variasi phenotyp atau variabilitas, sedangkan perbedaan penampakan pada level dominansi yang disebabkab oleh komposisi genetik yang berbeda dikenal juga dengan variasi genotyp. Barhadapan dengan pola variasi sedemikian, tentu akan rumit menentukan batasan spesies hanya berdasarkan karakter morfologi.
Kecenderungan memakai karakter morphologi dalam pengerjaan suatu flora, disebabkan oleh pendekatan morfologi memberikan jalan tercepat dalam memperagakan kenekaragaman dunia tumbuhan dan dapat dipakai sebagai sistim pengacuan umum yang dapat menampung pernyataan data-data dari bidang lainnya. Selain itu, data morphologi dapat dilihat dengan mudah dan cepat dibanding data dari sumber lainnya. Perlu disadari bahwa klasifikasi berdasarkan sifat morfologi semata-mata bukan merupakan cara yang paling ideal. Khususya ketika kita menjumpai keadaan dimana variasi karakter sangat besar seperti yang terdapat di tropik. Untuk itu perlu dicarikan jalan keluarnya dengan mengunakan metode-metode yang lebih sensitif, sehingga variabilitas yang ada, dapat direkam dengan baik dan menyeluruh dan sintesa yng dihasilkannya pun akan lebih berguna. Banyak spesies yang memiliki batasan yang tidak bernilai secara taksonomy karena terjadinya bias phenotyp terutama struktur vegetatifnya, sehingga pemakaian karakter ini sebaiknya hanya penunjang karakter generatif saja.
Stenis dalam tulisannya mencoba mengambarkan sumber kerancuan dalam pembatasan spesies dan infraspesies, bila pengamatan hanya terpaku pada penampakan material kering herbarium. Dia mencoba menjelaskan fenomena yang sesunguhnya terjadi di alam yang membutuhkan pendekatan yang lebih baik agar semua variasi yang ada ikut terlibat menentukan batasan taxon. Paparan Van Stenis tentang pola variasi menyediakan tempat bagi pendekatan lain seperti; taksonomi ekperimental, anatomi, sitologi, molekular untuk ikut berperan dalam menyusun batasan yang lebih komprehensif dan teruji. Ada beberapa pertimbangan dalam memilih karakter apa yang sebaiknya digunakan dalam pembuatan batasan taxon yaitu; Adakah karakter yang dipakai mempunyai basis genetika yang independen, adakah data yang diperoleh dapat dianlisa dan dibandingkan, serta dengan kombinasinya hypotesa phylogeni dapat diturunkan.
Secara spesifik, ada lima keadaan dimana data morphologi saja tidak memadai dipakai sebagai dasar pembatasan spesies yakni;
1. Ketika dua spesies sympatrik atau parapatrik, tapi sangat mirip secara morphologi, sehingga status spesiesnya sulit diditeksi.
2. Dua populasi allopatrik (terpisah secara goegrafi) mungkin secara morphologi berbeda, tapi status biologinya masih dipertanyakan.
3. Dua populasi parapatrik, yang mungkin secara morphologi berbeda tapi memperlihatkan variasi klinal atau hybridisasi yang luas.
4. Dua bentuk yang secara morphologi berbeda bisa mewakili satu polimorfis dalam satu populasi yang saling interbriding.
5. Satu spesies asexual komplek yang mungkin secara morphologi mempunyai bentuk yang sama, muncul secara independen dari spesies sexual.
Klasifikasi adalah proses pengaturan hewan atau tumbuh-tumbuhan ke dalam takson tertentu brdasarkan persamaan dan perbedaan. Hasil proses pengaturan ini ialah suatu sistim klasifikasi, yang sengaja diciptakan untuk menyatakan hubungan kekerabatan jenis-jenis makhluk hidup satu sama lainnya. Menurut Rideng (1989) bahwa semua klasifikasi bertujuan agar kita mengingat sedikit mungkin, tetapi dalam ingatan tersebut mengandung informasi sebanyak-banyaknya. Dengan mengelompokkan jenis-jenis tumbuhan dalam suatu takson maka ciri-ciri masing-masing individu akan tercermin dalam deskripsi takson tersebut.
Untuk mengenali dan mempelajari makhluk hidup secara keseluruhan tidak mudah sehingga dibuat klasifikasi (pengelompokan) makhluk hidup. Klasifikasi makhluk hidup adalah suatu cara memilah dan mengelompokkan makhluk hidup menjadi golongan atau unit tertentu. Urutan klasifikasi makhluk hidup dari tingkat tertinggi ke terendah (yang sekarang digunakan) adalah Domain (Daerah), Kingdom (Kerajaan), Phylum atau Filum (hewan)/Divisio (tumbuhan), Classis (Kelas), Ordo (Bangsa), Famili (Suku), Genus (Marga), dan Spesies (Jenis).
Tujuan klasifikasi makhluk hidup adalah untuk mempermudah mengenali, membandingkan, dan mempelajari makhluk hidup. Membandingkan berarti mencari persamaan dan perbedaan sifat atau ciri pada makhluk hidup.
Klasifikasi makhluk hidup didasarkan pada persamaan dan perbedaan ciri yang dimiliki makhluk hidup, misalnya bentuk tubuh atau fungsi alat tubuhnya. Makhluk hidup yang memliliki ciri yang sama dikelompokkan dalam satu golongan.
Contoh klasifikasi makhluk hidup adalah :
• Berdasarkan ukuran tubuhnya. Contoh: Tumbuhan dikelompokkan menjadi pohon, perdu, dan semak.
• Berdasarkan lingkungan tempat hidupnya. Contoh: Tumbuhan dikelompokkan menjadi tumbuhan yang hidup di lingkungan kering (xerofit), tumbuhan yang hidup di lingkungan air (hidrofit), dan tumbuhan yang hidup di lingkungan lembab (higrofit).
• Berdasarkan manfaatnya. Contoh: Tumbuhan dikelompokkan menjadi tanaman obat-obatan, tanaman sandang, tanaman hias, tanaman pangan dan sebagainya
• Berdasarkan jenis makanannya. Contoh: Hewan dikelompokkan menjadi hewan pemakan daging (karnivora), hewan pemakan tumbuhan (herbivora), dan hewan pemakan hewan serta tumbuhan (omnivora).
Cara pengelompokan makhluk hidup seperti ini dianggap kurang sesuai yang disebabkan karena dalam pengelompokan makhluk hidup dengan cara demikian dibuat berdasarkan keinginan orang yang mengelompokkannya.
Proses klasifikasi mahluk hidup dilakukan berdasarkan persamaan dan perbedaan ciri - ciri yang dimiliki mahluk hidup tersebut. Jadi suatu kelompok akan terbentuk dari berbagai jenis hewan yang memiliki ciri berbeda membentuk kelompok lain. Langkah selanjutnya kita berikan nama masing - masing kelompok tersebut
3. Tata Nama Mahluk Hidup
Hingga abad ke-18 semua naskah ilmu pengetahuan ditulis dalam bahasa latin sebagai bahasa para ilmuwan.
Nama hewan dan tumbuhan menggunakan bahasa Latin dan memakai nama yang panjang (polinomial).Contoh pada tumbuhan: Sambucus dengan batang berkayu yang bercabang dan memiliki bunga berbentuk payung (Sambuctrs caulea rboreofl oribus umbellaits ). Setelah Carolus Linnaeus memperkenalkan sistem penulisan baru, penulisan polinomial diubah kebinomial.
Beberapa prinsip utama dari sistem penamaan Carolus Linnaeus,
a. Menggunakan bahasa latin
b. Menggunakan kategori
c. Menggunakan dua kata
Di dalam klasifikasi , mahluk hidup dikelompokkan dalam kelompok besar hingga kelompok kecil . Kategori yang digunakan Linnaeus pada waktu iru adalah :
Kingdom (kerajaan)
Filum (Keluarga besar)
Class (Kelas)
Ordo (bangsa)
Famili (suku)
Genus (marga)
Spesies (jenis).
1. Cara Menulis Nama Jenis
Ketentuan - ketentuan yang harus dipenuhi dalam menulis nama jenis dengan sistem tata nama binomial adalah sebagai berikut:
a. huruf pertama dari kata yang menyebutkan marga (genus) ditulis dengan huruf besar, edangkan untuk kata penunjuk spesies ditulis dengan huruf kecil semua . Contoh: Zea mays; Zea = genus mays = spesies
b. Bila nama jenis ditulis dengan tangan atau ketik, harus diberi garis bawah pada kedua kata nama tersebut. Namun bila dicetak harus memakai huruf miring (tanpa garis bawah). contoh: Zea mays bila dicetak ; Zea mays bila diketik.
c. Bila nama penunjuk jenis pada tumbuhan lebih dari dua kata , kedua kata tersebut harus dirangkaikan dengan tanda penghubung. Contoh: Hibiscus rosa sinensis menjadi Hibiscus rosa-sinensis.
Jenis hewan yang terdiri dari tiga suku kata seperti:
Felis maniculata domestica (kucing jinak) tidak dirangkai dengan tanda penghubung sedang untuk varietas perhatikan contoh, Hibiscus sabdarifa varalba (rosela varietas putih).
bila nama jenis itu diberikan untuk mengenang jasa orang yang menemukannya maka nama penemu dapat dicantumkan dengan menambah huruf (i) di belakangnya. contohnya antara lain tanaman pinus yang ditemukan oleh merkus , maka tanaman itu pinus merkusii.
2. Nama Marga / Genus
Nama marga / genus tumbuhan maupun hewan terdiri atas satu kata tunggal yang dapat diambil dari kata apa saja, dapat dari nama hewan, tumbuhan, zat kandungan, dan sebagainya.
Huruf pertamanya ditulis dengan huruf besar. Contoh marga tumbuhan: Solanum (terung - terungan), marga hewan: Canis (anjing), Felis (Kucing).
3. Nama Suku / Famili
Nama Famili diambil dari nama genus organisme yang bersangkutan ditambah akhiran acceaebila itu tumbuhan dan idea bila mahluk itu hewan. Contoh nama famili pada tumbuhan: famili Solanaceae dari solanum + aceae (terung - terungan).
Contoh nama famili hewan:
Familia Canidae dari Canis + idae
Famili Felidae dari Felis + idae
4. Nama Kelas adalah nama genus + nae, contoh : Equisetum + nae, menjadi kelas Equisetinae.
5. Nama Ordo adalah nama genus + ales , contoh : Zingiber + ales, menjadi ordo Zingiberales.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar