Custom Search

Minggu, 13 Maret 2011

Konsep Magazine PT Sritex

MAGAZINE
PT.SRITEX SRI REJEKI ISMAN

“ WUJUDKAN SRITEX MENJADI YANG TERBAIK “

EDISI 2/SEPTEMBER-DESEMBER 2010

LAPORAN UTAMA

Lika-Liku Hidup Lukminto (Raja Tekstil – PT Sritex)

“ KARYAWAN SRITEX LEBIH SUKA JALAN KAKI DARI APADA NAIK MOTOR ”


TENTANG SRITEX
- SEJARAH BERDIRINYA
- VISI-MISI PERUSAHAAN
- CSR LINGKUNGAN DAN MASAYARAKAT
- HUMAN RESOURCES

“ SBY Minta Lagu Ciptaannya Diputar di Depan Buruh Tekstil ”
“ Karyawan sritex terlihat sedang berjalan menuju pabrik ”
“ RM Sari Bundo Buka di Sukoharjo ”
“ SBY Bangga Sritek Masih Ekspansi di Tengah Krisis ”

Lika-Liku Hidup Lukminto (Raja Tekstil – PT Sritex)

Saya dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1946 di Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur. Kami bertetangga dengan keluarga Bapak H. Harmoko, Ketua DPR/MPR RI. Beliau adalah sahabat saya sejak kecil. Meskipun akhirnya jalan hidup kami berbeda, namun itu tak membuat jarak di antara kami. Kami tetap akrab bila bertemu. Saya terjun ke bidang bisnis dan industri tekstil. Kisah saya jadi industriawan dan pengusaha tekstil yang sukses saya mulai ketika menjadi pedagang tekstil kecil-kecilan di Pasar Klewer Solo. Waktu itu saya wira-wiri menjual tekstil eceran. Lalu, meningkat sampai mempunyai sebuah kios tetap.
Rupanya, saya memang hoki berbisnis tekstil, sehingga lambat laun saya bahkan bisa membuka pabrik tekstil sederhana yang berlokasi di Jl. Kyai Maja di tepi Bengawan Solo. Dengan memiliki pabrik tekstil sendiri, usaha bisnis saya maju kian pesat. Lalu, bersama kakak kandung saya, kami mendirikan pabrik tekstil besar seluas 65 hektar dengan investasi 300 miliar rupiah.
Pabrik tersebut kami beri nama PT Sri Rejeki Isman (Sritex), berlokasi di Desa Jetis, Sukoharjo. Karyawan yang bekerja di sini kurang lebih 20.000 orang. Pada tanggal 3 Maret 1992, pabrik kami tersebut turut diresmikan oleh Bapak Soeharto bersama 275 pabrik aneka industri lainnya di daerah Surakarta, Jawa Tengah. Bukan main bangganya kami ketika itu. Terutama saya tentunya.
Cita-cita saya untuk menjadi orang kaya tercapai sudah. Kini orang tak bisa lagi menghina diri saya seenaknya. Sebab, saya bukan lagi Lukminto yang dulu (miskin).Lukminto hari ini adalah Lukminto yang kaya raya, bahkan berhak menyandang gelar “Raja Tekstil.”
Tapi benarkah saya bahagia ? Secara lahiriah memang, saya tak kurang suatu apapun. Punya rumah mewah, punya harta berlimpah, punya pabrik modern dengan ribuan karyawan, dan punya isteri cantik yang setia. Kurang apa lagi ? Tapi, ada satu hal yang tidak pernah saya rasakan, batin saya tak pernah tenang. Saya selalu diliputi kegelisahan, karena selalu berpacu mengejar materi.
Sebagaimana umumnya WNI keturunan Tionghoa, keluarga kami adalah penganut agama Budha Konghucu, yakni agama Budha yang telah bercampur dengan tradisi dan pandangan hidup leluhur kami. Tetapi, karena kami dari keluarga miskin maka pendidikan agama kurang mendapat perhatian. Kami lebih disibukkan untuk mencari uang. Sejak kecil saya telah diajar untuk berdagang.
Saya masih ingat, pulang sekolah, saya dan kakak langsung berdagang makanan-makanan kecil, seperti kacang goreng, permen, rokok, dan lain-lain. Kedua orang tua kami selalu menekankan kepada kami agar kelak harus menjadi orang kaya. Sebab jadi orang miskin itu tidak enak, selalu jadi cemoohan dan hinaan orang. Begitu pesan mereka. Kami pun selalu dididik untuk tidak boleh puas terhadap perolehan yang kami dapat. Kalau perolehan yang kami dapat hari ini sama dengan yang kemarin, itu berarti rugi.
Karena dicambuk oleh hal-hal yang seperti itu, saya tumbuh menjadi anak yang mandiri dan ulet. Saya tak punya cita-cita yang muluk-muluk sebagaimana lazimnya teman-teman seusia saya ketika itu – jadi pegawai negeri, ABRI, polisi, pilot, dokter, dan lain-lain. Saya cukup bercita-cita jadi orang kaya. Mengapa begitu ? Sebab, saya tahu diri. Sebagai WNI keturunan, nasib kami nyaris ditentukan oleh usaha dan keuletan kami sendiri.
Setelah saya beranjak remaja, saya semakin sadar bahwa posisi kami “kurang beruntung” dibandingkan saudara-saudara kami lainnya. Kami tak bisa jadi ABRI, kami tak boleh jadi pegawai negeri. Padahal kami sudah lahir di negeri ini, dan mencintai negeri ini sama besarnya seperti saudara-saudara kami dari suku-suku lainnya di Nusantara ini. Tapi, itulah kenyataan.

Tak Punya Pegangan
Tak ada jalan lain bagi kami untuk dapat bertahan hidup, selain mengkonsentrasikan seluruh daya dan kemampuan kami dalam bidang perdagangan. Itulah barangkali faktor yang membuat kami menjadi suku bangsa yang ulet berdagang. Tapi, resikonya, yaitu tadi, perhatian terhadap kehidupan beragama sangat kurang. Bahkan dalam soal yang satu ini, saya nyaris tak punya pegangan yang pasti. Di rumah, saya beragama Budha Konghucu, tapi di sekolah saya beragama Kristen.
Agama buat saya ketika itu, tak lebih hanya sebagai tempelan belaka. Sebagai penganut Budha, saya nyaris tak pernah ke wihara untuk bersembahyang. Begitu pun sebagai penganut Kristen, saya nyaris tak pernah ikut kebaktian di gereja. Karena terlalu dikejar obsesi untuk menjadi orang kaya, saya jadi lupa segalanya. Saya tak tahu lagi mana yang halal dan mana yang haram. Semua cara akan saya tempuh untuk memperoleh kekayaan. Termasuk dengan jalan “muja” ke Gunung Kawi. Di tempat yang dianggap keramat ini banyak orang yang datang untuk minta pesugihan (kekayaan). Melalui petunjuk yang diberikan kuncen, saya mulai nglakoni (menjalankan) beberapa persyaratan yang tak bisa saya ceritakan di sini.
Alhasil, dalam tempo singkat usaha dagang saya maju pesat. Yang semula saya hanya pedagang tekstil eceran, meningkat bisa membuka kios, lalu membuka pabrik tekstil sederhana, sampai akhirnya mendirikan pabrik tekstil raksasa seperti PT Sritex tersebut. Kendati sudah menjadi Raja Tekstil, namun batin saya kosong dari siraman rohani. Saya tak pernah merasakan kebahagiaan dan kedamaian, sebagaimana yang sering saya saksikan dari kehidupan kaum muslimin.
Kebetulan, sebagian besar karyawan saya beragama Islam. Sering saya saksikan, di sela-sela waktu istirahat makan siang, mereka tak lupa menunaikan sembahyang (belakang saya tahu itu disebut shalat). Meskipun waktu itu di pabrik ada tempat khusus untuk shalat (mushalla atau masjid), namun mereka tetap mendirikan shalat di beberapa tempat seperti di gudang dan di lorong-lorong pabrik.
Sering saya amati, usai shalat wajah mereka tampak begitu cerah. seakan terpancar dari jiwa mereka yang tenang. Padahal saya tahu pasti, gaji mereka tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kekayaan yang saya miliki.
Suatu kali, secara iseng pernah saya tanyakan kepada salah seorang karyawan, mengapa mereka begitu disiplin melaksanakan shalat. Apa jawabannya ? Jawabannya sungguh membuat saya terkejut. “Kami shalat semata-mata untuk mencari keridhaan Allah, sebab hidup di dunia hanya sementara. Ada kehidupan yang kekal di akhirat kelak, yang harus kami persiapkan sebelum mati,” begitu jawab mereka. Sungguh, selama itu saya tak pernah berpikir tentang mati. Yang saya tahu, kematian itu hanyalah akhir dari kehidupan. Sedangkan menurut karyawan saya yang muslim tadi, kematian adalah pintu atau jalan antara untuk menuju alam lain yang disebut akhirat, di mana segala perbuatan manusia akan diperhitungkan sesuai baik-buruknya. Mengingat itu semua, bulu kuduk saya berdiri. Sungguh, saya amat takut menghadapi kematian dalam keadaan saya yang bergelimang dosa.

Mimpi Shalat
Sejak itu, saya jadi pendiam. Saya jadi lebih suka merenung dan berpikir tentang diri saya sendiri. Saya pun mulai suka mengikuti siaran Mimbar Agama Islam yang ditayangkan TVRI setiap Kamis Malam. Begitu tenggelamnya saya dalam perenungan, sehingga pada suatu malam, tepatnya tanggal 10 Januari 1994 bertepatan malam 27 Rajab (Isra’ Mi’raj), saya bermalan di vila kami yang sejuk di daerah Tawangmangu (Solo).
Dalam tidur saya bermimpi diberikan sehelai sajadah oleh teman karib saya, lalu saya disuruh melaksanakan shalat. “Saya nggak bisa shalat,” jawab saya. Lalu, teman saya memberi contoh bagaimana caranya shalat. Setelah paham, saya pun disuruh mengulangi gerakan shalat yang ia peragakan.
“Shalatlah kamu,” katanya. Lalu, saya pun shalat. Tapi, baru separo jalan, saya pun terjaga. Ternyata, itu hanya mimpi. Sejak bermimpi seperti itu, saya jadi gelisah. Isteri saya pun sempat bingung melihat diri saya. Tapi saya tak menceritakan mimpi itu kepadanya.
Untuk beberapa waktu lamanya, mimpi itu hanya jadi rahasia diri saya seorang. Tapi lama-lama saya tak tahan juga untuk tidak bercerita. Kebetulan, saya mempunyai tukang pijat pribadi, namanya Pak Edi. Ia seorang muslim yang taat. Ketika pada suatu malam saya minta dipijat olehnya, saya ceritakanlah mimpi itu kepadanya. Mendengar cerita mimpi saya itu, Pak Edi spontan bergumam,
“Subhanallah, insya Allah tak lama lagi Bapak akan masuk Islam,” katanya mantap. “Benarkah ?” tanya saya. “Insya Allah,” jawabnya pasti.
Sejak itu, saya pun mulai dibimbingnya untuk melaksanakan shalat. Saya pun mengikuti sarannya untuk berkhitan. Tapi itu semua saya lakukan secara sembunyi-sembunyi. Saya bahkan dikhitan di Jakarta. Ketika masuk bulan suci Ramadhan, saya pun ikut melaksanakan ibadah puasa dan mengeluarkan zakat (mal).
Karena sudah merasa mantap dengan pilihan hati saya itu, Pak Edi menyarankan agar keislaman saya itu harus segera diproklamirkan. Alasannya, agar semua orang tahu bahwa saya sudah muslim. Sarannya itu pun saya terima.
Singkat cerita, pada tanggal 11 Maret 1994 bertepatan dengan
peringatan Supersemar, saya
mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat di hadapan umat Islam dan karyawan PT Sritex, dibimbing oleh pemimpin Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Ustadz H. Moh. Amir, S.H.
Alhamdulillah, isteri saya pun kini telah menjadi seorang muslimah. Bahkan pada tahun 1995 lalu, bersama isteri dan 10 orang staf PT Sritex, kami berkesempatan menunaikan ibadah haji.
Dari Buku : Saya Memilih Islam (Kisah Orang-orang yang Kembali ke
Jalan Allah)

Penyusun : Abdul Baqir Zein
Penerbit : Gema Insani Press Jakarta 1999



TENTANG SRITEX

SEJARAH BERDIRINYA SRITEX

Dengan mengandalkan usaha untuk selalu melakukan inovasi, PT Sri Rejeki Isman (Sritex) mengembangkan dirinya dari industri tradisional menjadi sebuah industri tekstil-garmen terintegrasi yang mengaplikasikan teknologi dan mesin produksi tercanggih. Sritex memulai usaha dari sebuah usaha dagang bernama “Sri Redjeki” yang didirikan pada tahun 1966 (di pasar Klewer, Solo-Jawa Tengah, Indonesia).


Di tahun 1968, usaha dagang kecil ini berkembang pesat dan memproduksi kain kelantang dan celup di pabrik pertamanya di Solo pada tahun 1968. Sritex mengembangkan kapasitas produksinya di tahun 1982 dengan menambah fasilitas pemintalan dan penenunan.
Pada saat ini, pabrik tekstil-garment Sritex beroperasi dengan 4 unit Spinning, 5 unit Weaving, 3 unit Dying/printing/finishing, dan 6 unit Garmen. Sritex beroperasi di atas lahan seluas lebih dari 100 hektar dan mempekerjakan sekitar 13.500 karyawan.
Kapasitas produksi Sritex tidak hanya terbatas pada produk seragam militer. Sritex memproduksi perlengkapan militer untuk negara-negara di seluruh penjuru dunia.
Prestasi kami tidak hanya meliputi aspek bisnis semata. Sritex telah empat kali memperoleh penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas prestasinya di beberapa kategori berikut:
• Penyelenggaraan Upacara Bendera dengan jumlah partisipan terbanyak (1995) dan sebagai perusahaan yang paling rutin mengadakan upacara bendera setiap bulan di tanggal 17 (2007).
• Mendesain lebih dari 300.000 motif kain (2007).
• Memproduksi seragam militer untuk 16 negara (2007).

Visi

Menjadi mitra paling inovatif dalam menyediakan produk dan layanan paling berkualitas untuk keperluan militer, lembaga pemerintahan dan swasta.
Misi
• Menggunakan teknologi moderen yang mampu menghasilkan produk dan layanan berkualitas tinggi untuk memenuhi berbagai kebutuhan klien.
• Menjadi sebuah perusahaan yang berorientasi kepada keuntungan dan pertumbuhan bagi para pemangku kepentingan.
• Menciptakan lingkungan tenaga kerja yang kondusif dan efektif dengan cara membangun budaya perusahaan yang selalu berusaha keras dalam mengembangkan diri dan integrasi yang bersinergi.
• Memberikan kontribusi dalam pengembangan bidang ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitar.

Human Resources
Dalam usaha untuk menciptakan tenaga kerja yang efisien dan efektif, Sritex menyediakan lingkungan kerja yang nyaman sesuai dengan kelayakan sosial dan kode etik pelaksanaan. Komitmen perusahaan atas pengembangan bidang ekonomi dan sosial juga meliputi kebijakan-kebijakan tegas untuk tenaga kerja di bawah umur dan upah minimum.
Program-program pelatihan in-house dan eksternal diselenggarakan secara teratur yang mengutamakan pengembangan keahlian, meningkatkan kebersihan lingkungan dan keamanan kerja.
Perkembangan bidang ekonomi dan sosial juga dilaksanakan melalui “program KPR Sritex”, dimana para karyawan dapat dengan mudah memenuhi biaya kebutuhan hunian dengan bunga rendah.
Fasilitas lain yang dberikan Sritex:
• Makan siang gratis bagi seluruh karyawan
• Fasilitas Poliklinik di dalam area pabrik yang selalu siap siaga
• Fasilitas olah raga dan rekreasi yang telah menjadi kebanggaan dan pusat kegiatan para karyawan.
Sritex rutin menggelar upacara bendera yang diikuti oleh seluruh manajemen dan karyawan tanpa terkecuali. Hal ini adalah salah satu keunikan budaya perusahaan yang ditujukan untuk memperkuat hubungan antara manajemen dan karyawan.
CSR Lingkungan
Perlindungan terhadap ekologi adalah kunci utama dibalik inovasi Sritex dalam mengelola fasilitas pengolahan limbah. Sritex terus mengembangkan inovasi di bidang teknologi pengolahan limbah untuk mendukung pengolahan sisa limbah sesuai dengan peraturan internasional mengenai lingkungan.

RM Sari Bundo Buka di Sukoharjo

SOLO—Setelah beberapa waktu lalu dilakukan soft opening Rumah Makan (RM) Sari Bundo di Solo, hari ini (27/7) kembali akan dibuka cabang keduanya di Sukoharjo. Rumah makan kuliner Padang ini merupakan milik pengusaha terkenal di Solo, Lukminto. Pada 18 Juni lalu, Lukminto memperkenalkan satu bisnis barunya di bidang kuliner dengan membuka RM Sari Bundo di Jalan Gajah Mada 36 Solo. Pemilik Sri Rejeki Tekstil (Sritek) ini membeli hak franchise rumah makan yang menyajikan aneka masakan Padang untuk dikembangkan di Surakarta. Lukminto menuturkan kehadiran RM Sari Bundo di Sukoharjo, tepatnya di Jalan Jendral Sudirman 121, tetap akan mempertahankan standar
waralaba/franchise dari Jakarta. “Baik standar pelayanan dan fasilitas sama dengan yang ada di Solo, begitu juga dengan harganya. Kenapa dibuat sama karena kami yakin baik Solo maupun Sukoharjo memiliki peluang pasar yang sama,” tuturnya kepada wartawan, Senin (26/7). Diakuinya bahwa pembukaan RM Sari Bundo di Solo dan Sukoharjo dikejar sebelum Puasa tiba. Karena menurutnya mayoritas target pasar rumah makan Padang adalah umat muslim.
Ke depan Lukminto tidak hanya berencana membuka cabang di Surakarta tapi juga di Singapura, Malaysia, dan Hongkong. (nie)

Karyawan sritex terlihat sedang berjalan untuk menuju pabrik dimana mereka bekerja, memang disana berjalan sudah sangat seperti menikmati makan yang harus mereka lakukan setiap hari, mereka lebih senang berjalan mungkin mereka berfikir itu lebih sehat daripada naik sepeda motor, mayoritas karyawan disana banyak yang berjalan dari pada naik motor. Mereka seperti anak sekolah yang akan melakukan perjalanan menuju sekolahnya karena mereka sangat tertib tanpa adanya celoteh-celoteh yang membuat gaduh. Hal seperti mereka lakukan setiap hari.

Solo - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meresmikan pabrik baru PT Sritek yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah. Presiden mengungkapkan
kebanggaannya dengan pabrik dalam negeri yang malah bias ekspansi dalam suasana krisis ekonomi. "Di saat suasana krisis, justru PT Sritek mengembangkan usahanya," ujar SBY saat memberikan sambutan di hadapan belasan ribu karyawan dan tamu undangan di kompleks PT Sritek, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (7/3/2009). SBY bercerita, China, sebagai Negara macan Asia saja saat ini mem-PHK 20 juta karyawan. Demikian juga Amerika Serikat (AS) yang merupakan raksasa ekonomi dunia, dua juta penduduknya harus kehilangan pekerjaan lantaran diterpa krisis ekonomi. Menurut SBY, krisis ekonomi kali ini adalah yang terburuk sepanjang 70 tahun terakhir. Tak heran jika negeri yang sebelumnya pertumbuhan ekonominya berkembang pesat seperti Singapura, pada tahun 2008 cuma tumbuh sekitar 2 persen saja.
"Bahkan bisa jadi pada tahunn ini perkembangannya minus," imbuh SBY.
Namun SBY optimistis, meski diterpa krisis ekonomi, perekonomian Indonesia akan berkembang meski tidak setinggi tahun 2007 dan 2008. Pabrik PT Sritek yang dikunjungi SBY ini adalah pabrik tekstil yang lebih fokus pada tekstil untuk seragam tentara. Tidak hanya TNI dan Polri saja yang menjadi customer pabrik seluas 100 hektar ini, melainkan 20 negara di dunia tentaranya juga menggunakan seragam buatan Sritek termasuk tentara Jerman, Belanda dan Inggris. Saat masih aktif di TNI pada 2001 lalu, SBY juga pernah singgah di pabrik ini. Waktu itu SBY memberi pembekalan kepada pihak manajemen dan karyawan. SBY juga bercerita soal produk yang di hasilkan Sritek. Sekitar 16 tahun lalu waktu SBY bertugas di Bosnia, SBY kagum dengan jaket yang dikenakan oleh tentara PBB yang berasal dari Jerman. Waktu itu, jaket tentara Jerman memang terkenal bagus. SBY pun merasa 'iri'. "Belakangan saya tahu ternyata jaket itu adalah produk dari PT Sritek," kata SBY berpromosi dan disambut tepuk tangan belasan ribu buruh dan tamu yang memenuhi tenda raksasa yang dipasang di lokasi pabrik Sritek. Presiden Direktur PT Sritek Iwan Setiawan Lukminto menjelaskan, perluasan pabrik PT Sritek ini mempunyai nilai investasi sebesar Rp 500 miliar. Dengan adanya perluasan ini, jumlah karyawan yang sebelumnya berjumlah 13.500 orang bertambah menjadi 16.000 karyawan.

SBY Minta Lagu Ciptaannya Diputar di Depan Buruh Tekstil

Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meresmikan pengembangan perusahaan tekstil PT Sritek di Sukoharjo, Jawa Tengah. Dalam acara yang dihadiri oleh sekitar 15 ribu karyawan, SBY meminta lagu ciptaannya diputar. Lagu yang diputar tersebut adalah sebuah lagu yang memang mempunyai ikatan dengan Kabupaten Sukoharjo, tempat pabrik ini berdiri. SBY bercerita, lagu 'Untukmu Anak Manis' diciptakan saat SBY meninjau korban banjir akibat luapan Bengawan Solo pada Awal Februari 2008 lalu. "Waktu itu saya lihat dua anak kecil kedinginan di sebuah tenda. Saya merasa iba. Kemudian saya terinspirasi dan akhirnya terciptalah lagu Untukmu Anak Manis," kata SBY saat memberikan sambutan di depan sekitar 15 ribu karyawan dan tamu undangan acara peresmian pabrik baru PT Sritek di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (7/3/2009). Lagu berirama lembut yang dinyanyikan oleh artis senior Dewi Yull ini pun dilantunkan sebelum acara peresmian pabrik dimulai. "Sebelum saya resmikan, saya minta lagunya diputar," kata SBY. Tepuk tangan pun membahana saat lagu itu diputar. Dalam kesempatan ini, SBY meminta kepada dunia usaha, terutama yang memiliki banyak karyawan untuk memperhatikan nawsib karyawannya. Demikian juga kepada para karyawan diminta untuk kerjasama yang baik dengan pengusaha, bekerja secara produktif agar di masa krisis ini bisa memberi sumbangsih yang besar bagi bangsa Indonesia. Pabrik PT Sritek yang dikunjungi SBY ini adalah pabrik tekstil yang lebih fokus pada tekstil untuk seragam tentara. Tidak hanya TNI dan Polri saja yang menjadi customer pabrik seluas 100 hektar ini, melainkan juga 20 negara di dunia, tentaranya juga menggunakan seragam buatan Sritek termasuk tentara Jerman, Belanda, dan Inggris. Saat masih aktif di TNI pada 2001 lalu, SBY juga pernah singgah di pabrik ini. Waktu itu SBY memberi pembekalan kepada pihak manajemen dan karyawan. SBY juga bercerita soal produk yang dihasilkan Sritek. Dan sekitar 16 tahun lalu, saat SBY bertugas di Bosnia, SBY mengagumi jaket yang dikenakan tentara PBB yang berasal dari Jerman. Waktu itu, jaket tentara Jerman memang terkenal bagus. SBY pun merasa 'iri'. 'Belakangan saya tahu ternyata jaket itu adalah produk dari PT Sritek," kata SBY berpromosi dan disambut tepuk tangan belasan ribu buruh dan tamu yang memenuhi tenda raksasa yang dipasang di lokasi pabrik Sritek.

Peristiwa
SOLO, 16/8 - SRITEX ARENA OPEN. Atlit tenis meja Nilasari berusaha
mengembalikan bola dari lawannya saat laga final kategori tunggal putri umum kejurnas tenis meja Sritex Arena Open 2009 di Sritex Arena, Solo, Jateng, Minggu (16/8). Nilasari akhirnya menjuarai kategori ini dengan mengalahkan lawannya, Widya dari Jatim dengan skor 3-2. Foto ANTARA/Hasan Sakri Ghozali/ed/pd/09

Artikel Sejenis :



Tidak ada komentar: