Custom Search

Sabtu, 19 April 2008

Korupsi dan HAM


Selama ini, persoalan korupsi dilihat secara terpisah dari hak asasi manusia (HAM). Bahkan dalam perbincangan tentang agenda pemberantasan korupsi, perspektif penegakan HAM kurang mendapat perhatian. Padahal sesungguhnya, HAM bisa menjadi salah satu alat analisis terhadap praktek Karena korupsi selalu menimbulkan korban, yaitu masyarakat luas. Ini yang membedakan secara mendasar antara koruptor dan maling. Bila sekolah dicuri, yang hilang mungkin hanya uang, seperangkat peralatan mengajar, dsb. Tetapi bila korupsi terjadi di sekolah, bisa diperkirakan seluruh dunia

Strategi yang elitis

Korupsi dimengerti sebagai penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk kepentingan pribadi. Dari sisi hukum, UU Anti Korupsi merumuskan empat unsur dalam tindak pidana korupsi, yaitu unsur penyalahgunaan wewenang, unsur memperkaya diri sendiri atau korporasi, unsur merugikan keuangan negara dan unsur pelanggaran hukum.

Pengertian lain tentang korupsi yang sangat terkenal dirumuskan oleh Robert Klitgaard. Klitgaard merumuskan bahwa korupsi terjadi karena kekuasaan dan kewenangan tidak diimbangi dengan akuntabilitas. C = M + D – A, Corruption = Monopoli + Diskresi – Akuntabilitas.

Bila kita berhenti pada pengertian ini memang seolah-olah korupsi tidak ada relevansinya dengan HAM. Pada ranah strategi, pemberantasan korupsi juga tidak terlalu terkait dengan penegakan HAM. Kalau mengikuti rumus Klitgaard, korupsi dapat diberantas dengan mengurangi monopoli dan kewenangan serta pada saat yang sama mendorong peningkatan akuntabilitas publik. Dari sisi hukum, korupsi dapat diberantas dengan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya terhadap pelakunya sehingga menimbulkan efek jera bagi yang lain. Individu-individu korup dapat ditekan dengan dijatuhkannya sanksi yang berat.

Strategi pemberantasan korupsi yang dominan di Indonesia saat ini juga mengikuti pola serupa, dilakukan melalui reformasi kelembagaan. UU Anti Korupsi yang dianggap tidak relevan diganti dengan UU yang lebih komprehensif dan mutakhir. Kejaksaan dan Kepolisian yang dinilai gagal memberantas korupsi dikurangi perannya dengan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi ini pun dilengkapi dengan kewenangan luar biasa untuk menerobos berbagai hambatan dalam penegakan hukum seperti yang dialami oleh Kejaksaan dan Kepolisian. Tujuan akhirnya adalah adanya sanksi berat bagi koruptor.

Tetapi strategi tersebut tidak berjalan dengan efektif. Terutama karena cenderung elitis dan tidak mengikutsertakan masyarakat. Pemberantasan korupsi, dalam kerangka kerja strategi ini, adalah tugas ahli hukum, peneliti dan kelompok-kelompok tertentu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu, termasuk NGO di dalamnya. Yang muncul kemudian bukan partisipasi, tetapi mobilisasi dukungan masyarakat untuk kebijakan yang telah dirumuskan. Karena itu, meskipun berbagai peraturan dan UU dibuat, lembaga dan komisi dibentuk, pemberantasan korupsi seakan tidak menunjukkan hasil.

Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mendorong partisipasi masyarakat adalah dengan melihat korupsi sebagai pelanggaran HAM. Demikian juga dengan strategi pemberantasan korupsi, harus diletakkan sebagai bagian dari upaya untuk menegakkan HAM.

HAM dan korupsi

Untuk mempertemukan gagasan tentang HAM dan korupsi dapat dilihat pada dokumen-dokumen HAM, yaitu Universal Declaration of Human Right, The International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) dan The International Covenant on Economic, Social dan Cultural Right (ICESCR).

Dari dokumen-dokumen di atas, korupsi sesungguhnya merupakan pelanggaran HAM. Terutama pada beberapa hak sebagai berikut.

· Hak untuk berafiliasi

Termasuk dalam kategori ini adalah hak untuk menentukan nasib sendiri (ICCPR Pasal1, ICESCR Pasal 1), hak untuk berorganisasi (ICCPR Pasal 22, ICESCR Pasal 8), hak kebebasan praktek dan kepercayaan budaya (ICCPR Pasal 27, ICESCR Pasal 15) dan hak kebebasan beragama (ICCPR Pasal 18). Pelanggaran atas hak ini terjadi bila korupsi terjadi pada kebijakan yang diambil pemerintah yang menyebabkan kerusakan lingkungan, menguntungkan perusahaan besar dan meminggirkan masyarakat adat yang telah menghuni kawasan tersebut turun temurun.

· Hak atas hidup, kesehatan tubuh dan integritas

Termasuk dalam kategori ini adalah bebas dari penyiksaan (ICCPR Pasal 7), hak atas kehidupan (ICCPR Pasal 6), hak atas kesehatan (ICESCR Pasal 12) dan hak atas standar hidup yang memadai (ICESCR Pasal 11). Salah satu contoh dari pelanggaran ini adalah impor limbah berbahaya dari Singapura. Bagaimana mungkin limbah berbahaya yang mengancam tidak hanya kelestarian lingkungan tetapi juga kesehatan bisa masuk ke Indonesia? Penyebabnya adalah korupsi yang melibatkan banyak pihak.

Contoh lain yang dapat dikemukakan adalah penyiksaan yang dilakukan oleh aparat TNI menggunakan fasilitas Freeport di Papua. Dengan tuduhan terlibat Organisasi Papua Merdeka, aparat TNI yang mendapat dana “keamanan” dari PT Freeport melakukan penyiksaan terhadap tokoh-tokoh masyarakat yang menentang kehadiran Freeport.

· Hak untuk berpartisipasi dalam politik

Termasuk dalam kategori ini adalah hak kebebasan berekspresi (ICCPR Pasal 19), hak untuk memilih dalam pemilihan umum (ICCPR, Pasal 15). Kebebasan berekspresi termasuk hak untuk mendapatkan informasi dalam berbagai bentuk. Pelanggaran atas hak kebebasan berekspresi dapat dilihat pada gugatan pencemaran nama baik yang dilakukan terhadap media dan aktivis anti korupsi.

Demikian juga berbagai praktek money politics dalam pemilihan umum dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak untuk memilih. Dengan adanya money politics, pilihan yang diberikan oleh para pemilih bukan atas kehendak pribadi tetapi karena motivasi uang sehingga pemilihan umum tidak memiliki integritas lagi.

· Hak atas penegakan hukum dan non-diskriminasi

Hak ini termasuk hak atas pengadilan yang adil dan penghargaan individu setara di depan hukum (ICCPR, Pasal 9-15). Kategori pelanggaran atas hak ini dapat kita saksikan pada korupsi di peradilan. Karena korupsi, hakim tidak memutuskan berdasarkan keadilan tetapi justru pada besarnya uang yang diberikan. Akibatnya, banyak koruptor besar yang dibebaskan atau mendapat hukumgan ringan, sementara maling ayam di kampung mendapatkan hukuman yang berat.

· Hak atas pembangunan sosial dan ekonomi

Termasuk dalam kategori ini adalah kondisi kerja yang layak (ICESCR, Pasal 6-9), hak atas pendidikan (ICESCR, Pasal 13-14). Kedua hak ini dapat dilanggar melalui alokasi budget yang tidak adil. Seperti dapat kita saksikan pada APBN, sebagian besar alokasinya untuk pembayaran utang dalam negeri dan luar negeri. Anggaran pendidikan hanya mendapat kurang dari 10%. Apalagi anggaran kesehatan yang jauh dibawahnya. Jelas dalam kategori ini, negara telah melakukan pelanggaran HAM.

Penutup

Dengan menggunakan HAM sebagai perspektif dalam melihat dan menganalisis korupsi, kita dapat menunjukkan korban dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara. Melalui analisis HAM, wacana korupsi dapat dibersihkan dari kajian dalam bentuk angka dan perhitungan teknis serta analisis hukum yang manipulatif. Melalui HAM, kita melihat deretan korban korupsi yang akan terus bertambah.

Pada gilirannya, menggunakan instrumen HAM akan dapat mendorong partisipasi masyarakat. Karena melalui perspektif HAM dapat ditunjukkan dengan nyata bagaimana masyarakat menjadi korban.

Dengan menggunakan analisis HAM, strategi pemberantasan korupsi juga dapat diperkaya. Strategi pemberantasan korupsi dapat diarahkan untuk meminta pertanggungjawaban negara terhadap sejumlah praktek korupsi yang merupakan pelanggaran HAM. (Makalah pengantar diskusi BEM Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, 5 November 2004).

Daftar pustaka

1. Baswir, Revrisond, dkk. 2003. Pembangunan Tanpa Perasaan. Jakarta: ELSAM.

2. Cockroft, Laurence. 1999. Corruption and Human Right: A Crucial Link. Berlin: Working Paper Transparency International .

3. Jayawickrama, Nihal. 1998. Corruption – A Violation of Human Right?. Berlin: Working Paper Transparency International .

4. Pearson, Zoe. Human Right and Corruption. Canberra: Center for Democratic Institutions, Australia National University.

Artikel Sejenis :



Tidak ada komentar: