Custom Search

Sabtu, 24 Mei 2008

Pendidikan Seks Perlu Masuk Kurikulum

Pemerintah didesak untuk segera memasukkan pendidikan seks dalam kurikulum sekolah. Tanpa pendidikan seks, remaja Indonesia akan semakin terjerat pada persoalan sosial dan kesehatan yang serius.

Demikian benang merah perbincangan Media dengan psikolog Tika Bisono, Kepala SMP 109 Jakarta Murhanuddin, serta artis sinetron remaja Shandy Aulia di sela-sela acara 'Program Edukasi Rexona School of Confidence' di Jakarta, kemarin.



Dalam beberapa kasus mereka memberikan contoh, misalnya kehamilan remaja yang semakin meningkat, pelecehan seksual di sekolah, serta semakin longgarnya nilai-nilai moral di kalangan generasi muda.

Tika mengungkapkan, hingga saat ini pemerintah maupun kalangan legislatif belum memperlihatkan perhatian serius terhadap pentingnya pendidikan seks untuk remaja. Padahal, ini merupakan benteng yang paling diperlukan untuk melindungi remaja dari derasnya terpaan budaya asing yang merusak moral. Ia menyarankan pendidikan seks diberikan mulai SMP, ketika remaja memasuki akil balig.

"Kita lihat sekarang, mereka dapat dengan mudah mendapat majalah, situs internet, serta VCD porno. Akses mereka terhadap tayangan yang merusak moral kian terbuka, lalu kita diam saja. Akibatnya, dengan mudah dilihat dalam kehidupan kita sehari-hari. Sampai kapan kita terus tinggal diam," kata Tika yang mengaku dirinya telah menyuarakan isu pendidikan seks ini hampir satu dekade yang lalu. Namun, upayanya tersebut belum menemui hasil.

Psikolog yang mendalami masalah remaja ini mengakui, beberapa sekolah, terutama swasta, telah memberikan pendidikan seks pada siswa-siswanya. Namun, hal itu belum diwujudkan secara terstruktur sehingga tujuan pengajaran pun dikhawatirkan tidak tercapai. Tika menyatakan, pendidikan seks idealnya menerangkan tentang fungsi organ seksual disertai dengan penjelasan tentang aspek kesehatannya, penyakit menular seksual, serta nilai-nilai moral dan agama yang terkait fungsi dan peran gender.

Hal senada juga diungkapkan Shandy yang kini duduk di kelas satu SMA ini. Gadis berusia 17 tahun ini mengaku cukup beruntung karena di sekolahnya mendapat pendidikan seks setiap satu minggu sekali. Namun, materi yang diajarkan cenderung membosankan sehingga tidak menarik minat. "Setiap satu minggu kami mendapat pelajaran tentang seks, narkoba dan sebagainya. Tapi, cara mengajar gurunya sangat tidak menyenangkan, beberapa kali saya malah kabur. Tapi, sebenarnya pelajaran itu berguna lo, karena terus terang untuk bertanya pada guru, saya sungkan," kata Shandy.

Tika menegaskan, keluarga di Indonesia belum terbiasa berdialog tentang seks. Seks masih dianggap tabu dan vulgar. Kondisi itulah, kata Tika, yang membuat pendidikan seks perlu diformalkan. Ia menyarankan, pendidikan seks diberikan dalam jam pelajaran tersendiri. Namun, untuk menunjang efektivitasnya, edukasi seks juga disisipkan dalam seluruh mata pelajaran secara tidak langsung.

Pendapat Tika juga dibenarkan Murhanuddin. Pendidik yang kini memimpin SMP peringkat pertama di Jakarta itu menekankan materi pendidikan seks harus dipersiapkan seoptimal mungkin.

Berdasarkan data yang dihimpun Media dari Perkumpulan Remaja Indonesia (PKBI) pada 1999, sebanyak 10% remaja setuju dengan seks pranikah dan 71% remaja yang berpacaran melakukan hubungan seks dengan pacarnya. ''Angka itu pasti meningkat karena secara logika terpaan budaya asing yang permisif semakin kencang,'' ujar Tika.

Gerakan Nasional
Bak gayung bersambut, harapan Tika, Murhanuddin maupun Shandy untuk menangkal pornografi menuai secercah harapan. Kemarin, Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault dan Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta mendeklarasikan 'Gerakan Nasional Bersih Pornografi dan Pornoaksi'.

Gerakan yang dideklarasikan di Jakarta ini, akan diikuti pembentukan pusat-pusat aksi di berbagai daerah untuk menjamin efektivitas kegiatan. "Gerakan ini lahir dari rasa kerisauan kami atas pornografi dan pornoaksi serta dampaknya di masyarakat yang semakin marak belakangan ini," kata Adhyaksa.

Dikatakan, pihaknya telah melaporkan masalah pornografi dan pornoaksi dan pembentukan gerakan tersebut kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu. "Dan Presiden bilang ini memang sudah tidak bisa ditolerir lagi, harus ada tindakan segera," tambah Menpora. Adhiyaksa mengaku peduli atas masalah itu karena sebagian besar mereka yang terkena dampak adalah dari kalangan kaum muda.

Dalam kesempatan yang sama, Meutia Hatta mengatakan salah satu target yang ingin dicapai dari gerakan ini adalah berubahnya pola pikir masyarakat terhadap perempuan, karena obyek pornografi pada umumnya adalah kaum Hawa. "Pola pikir masyarakat kita sekarang umumnya masih memandang perempuan dari segi fisik. Parahnya, banyak juga perempuan yang senang diperlakukan seperti itu," katanya. (IZ/Awi/H-4)

http://www.mediaindo.co.id/

Artikel Sejenis :



Tidak ada komentar: