Custom Search

Rabu, 23 Maret 2011

Kultur Jaringan Mawar

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Mawar adalah tanaman bunga yang banyak diminati dan sangat familiar sekali dalam bidang hortikultura. Disetiap toko bunga, mawar selalu ada dan selalu tersedia. Mawar mempunyai prospek sangat baik sekali sebagai usaha agribisnis, karena mawar banyak disukai oleh masyarakat.
Manusia selalu mencari metode yang tepat untuk dapat menyediakan komoditas-komoditas yang dibutuhkan secara kontinue. Metode kultur invitro adalah metode yang menguntungkan dan praktis untuk dapat dikembangkan.
Salah satu usaha dalam menyediakan bibit mawar yang tahan penyakit dengan menerapkan teknologi yang tepat guna yaitu dengan cara teknik kultur jaringan dengan memanfaatkan batang dari tanaman mawar sebagai eksplannya. Dengan teknik tersebut dapat menciptakan bibit yang tahan penyakit dan dapat menyediakan bibit dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat..
Kultur jaringan tanaman akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi : pemilihan eksplan atau bahan tanaman, penggunaan media yang sesuai, keadaan yang aseptik dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang sesuai.


2. Tujuan
Praktikum acara II ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui teknik kultur jaringan mawar.
b. Mengetahui pengaruh BAP dan Paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan mawar.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara II ini dilaksanakan pada hari Rabu 5 Desember 2007 pukul 09.00 WIB sampai selesai bertempat di Laboratorium Fisiologi Tanaman dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Tinjauan Pustaka
Kultur jaringan dikembangkan sebagai salah satu metode untuk menghilangkan virus. Selain itu, metode ini juga dapat dipakai untuk perbanyakan cepat tanam bebas virus atau penyimpanan genetic. Menurut Gunawan ( !995 ), dalam kultur jaringan terdapat beberapa aspek yang berpengaruh terhadap keberhasilan perbanyakan tanaman, antara lain keseimbangan zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam media. Keseimbangan zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam media menentukan arah suatu kultur.
Empat kelas zat pengatur tumbuh ( ZPT ) penting dalam kultur jaringan tanaman adalah auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisat. Perbandingan antara sitokinin dan auksin menentukan tipe organogenesis dalam kultur jaringan. Keduanya baik sitokinin atau auksin biasanya digunakan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun rasio untuk mendaparkan akar atau tunas tidak selalu sama baik antar spesies atau genus ( Wardiati, 1998 )
Golongan sitokinin yang sering ditambahkan dalam media antara lain adalah BAP. BAP adalah golongan sitokinin aktifyang bila diberikan pada tunas pucuk akan mendorong proliferasi tunas yaitu keluarnya tunas lebih dari satu ( Wilkins, 1989 )
Media yang digunakan dalam kultur jaringan mawar mempunyai komposisi media yang berbeda jenis bahan kimia atau konsentrasinya. Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan mawar yang ditumbuhkan secara invitro. Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara mikro, makro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman (Marlina, 2004).
Kultur jaringan memerlukan kecermatan tinggi dan keadaan serba suci hama. Baik tempat kerja, alat-alat dan bahan, serta tenaga orang yang mengerjakannya harus steril. Untuk membuat suci hama harus dipakai pemanasan dalam autoklaf, desinfektan atau lampu ultraviolet. Dengan autoklaf, desinfektan atau lampu ultraviolet, mikroba-mikroba pengganggu dapat dimatikan. Kultur yang sudah tercemar bakteri atau jamur tidak dapat dipertahankan sehingga harus dibuang. Pencemaran jamur atau bakteri akan nampak beberapa hari setelah tanam berupa koloni jamur atau bakteri dipermukaan media agar-agar atau keruhnya media cair (Rahardja, 1988).


C. Alat, Bahan dan Cara Kerja
1. Alat
a. LAFC lengkap dengan lampu bunsen
b. Petridish dan botol-botol kultur
c. Peralatan diseksi yaitu pinset besar/kecil dan pisau pemes
2. Bahan
a. Eksplan : Mawar
b. Media Kultur
c. Alkohol 96%
d. Aquadest steril
e. Spirtus
f. Chlorox (sunclin)
3. Cara Kerja
a. Mempersiapkan eksplan
b. Mensterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)
- Merendam eksplan dalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama ± 12 jam, dilanjutkan dengan chlorox 5, 25% (sunclin 100%) selama ± 3 menit.
- Membilas eksplan dengan aquadest steril.
c. Menanam eksplan
- Membuka plastik penutup botol media kultur.
- Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar di atas api.
- Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari kontaminasi.
d. Memelihara eksplan
- Menempatkan botol-botol media berisi eksplan pada rak-rak kultur.
- Menjaga Suhu, kelembaban dan pencahayaan lingkungan di luar botol.
- Menyemprot botol-botol kultur dengan spirtus setiap 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi.
e. Melakukan pengamatan selama 5 minggu, meliputi:
- Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari.
- Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali.
- Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir pengamatan.
- Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil pengamatan
Tabel 2.1 Saat Muncul Tunas Tanaman Mawar
Macam Eksplan Ulangan Saat Muncul Tunas
Mawar 1 24 HST
2 Kontaminasi
3 Kontaminasi
4 Kontaminasi
5 _
6 Kontaminasi
Sumber: Data Rekap

2. Analisis Hasil Pengamatan
Perhitugan Persentase Keberhasilan :
Eksplan mawar yang masih hidup = 2
Persentase Keberhasilannya =
=33.3 %

3. Pemmbahasan
Kultur jaringan mawar pada acara II ini dilakukan dengan langkah – langkah yang pertama meliputi persiapan eksplan. Persiapan eksplan dilakukan dengan inisiasi yang adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan di kulturkan. Dalam acara ini tentunya dari tanaman mawar, sedangkan untuk spesifiknya mawar jenis ap, kurang begitu diketahui. Adapun bagian tanaman yang di ambil untuk eksplan adalah bagian batang meristemnya,sehingga dapat dikatakan juga pada acara ini melakukan kultur meristem yang biasa digunakan untuk menghasilkan tanaman bebas virus.
Kedua, dilakukan sterilisasi eksplan yang adalah usaha untuk membebaskan eksplan dari mikroba yang menginfeksinya. Hal tersebut dilakukan dengan cara perendaman eksplan kedalam larutan dithane M – 45 3 mg / L selama kurang lebih 12 jam, dilanjutkan dengan direndam dalam chlorox 5,25 % selama kurang lebih 3 menit dan kemudian membilas eksplan dengan aquades steril.
Ketiga penanaman eksplan, Eksplan yang telah disiapkan dan telah disterilisasi siap untuk ditanam. Penanamannya menggunakan media yang telah dibuat pada acara I. Ketentuan lebih jelasnya telah terdapat pada cara kerja. Penanaman eksplan diulang sebanyak dua kali untuk setiap praktikan, Berhubung kelompok kami ( kelompok 8 ) terdiri dari 3 orang maka jumlah eksplan yang di tanam adalah 6 buah.
Setelah penanaman, hal terpenting adalah pemeliharaan. Botol – botol kultur berisi media eksplan dipelihara dalam ruang kultur aseptic ( steril ) dengan suhu, kelembaban, dan pencahayaan yang tepat. Pemeliharaan juga meliputi penyemprotan botol – botol kultur dengan spirtus yang dilakukan tiap 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi. Tapi pada kenyataannya, penyemprotan botol – botol kultur pada kelompok kami kurang teratur. Hal ini dikarenakan jatuhnya hari penyemprotan terkadang bertepatan dengan hari libur dan bertepatan dengan hari saat tidak ke kampus, lupa, atau bahkan kelebihan penyemprotan (double penyemprotan dalam 1 hari ) karna kurang ter koordinasinya praktikan.
Terakhir tentunya adalah kegiatan mengamati. Pengamatan dimulai dari 1 HST ( hari setelah tanam ) sampai 34 HST. Pada tanggal 29 desember 2007 atau 24 HST pada eksplan mawar ulangan ke satu mulai tumbuh tunas. Sedangkan eksplan mawar ulangan ke-2, 3 dan 6 telah terkena kontaminasi sehingga eksplan disinggkirkan dengan tujuan agar eksplan lainnya tidak ikut terkontaminasi. Kontaminasi tersebut ditandai karna adanya jamur yang berwarna kecoklatan, kehijauan, kekuningan, kehitaman dan ada juga jamur yang berwarna putih. Kontaminasi sangat umum terjadi saat kultur jaringan, adalah gangguan yang tidak dapat dielakkan. Sisa 2 eksplan yang lainnya mengalami stagnasi. Hidup segan, mati tak mau. Keadaannya tetap, tidak ada perubahan dan perkembangannya.
Tunas yang muncul pada 24 HST berwarna hijau muda berbentuk kuncup yang mengintip. Pada hari-hari berikutnya tunas sudah mulai membesar walaupun masih berbentuk kuncup dan belum muncul daun, ini sudah cukup menggembirakan karna sudah mengalami perkembangan. Tapi sayangnya, pada hari tarakhir pengamatan yaitu tanggal 8 januari 2008, botol eksplan menghilang. Sehingga tidak diketahui secara pasti kelanjutan perkembangannya. Eksplan ini tetap dianggap hidup dan dimasukkan dalam perhitungan persentase hidup.
Untuk eksplan yang mengalami kontaminasi, pada hari terakhir jumlahnya bertambah menjadi 4 eksplan. Eksplan ini tentunya dianggap mati dan tidak dimasukan dalam perhitugan persentase hidup. Sisa 1 eksplan yang tetap dalam keadaan stagnan / tetap. Eksplan ini dianggap hidup dan dimasukkan dalam perhitungan persentase hidup. Jadi eksplan yang hidup secara keseluruhan berjumlah 2 dari 6 eksplan yang ditanam. Sehingga prosentase keberhasilan yang didapat dari praktikum kelompok kami adalah 33,3 %. Ini termasuk nilai keberhasilan yang rendah. Dan dilihat dari latar belakang kejadian saat pengamatan serta sama sekali tidak munculnya kalus, daun, apalagi akarnya maka dapat dikatakan percobaan termasuk gagal.
Kegagalan tersebut dimungkinkan karna banyak hal misalnya sterilisasi alat yang kurang optimal / steril; Adanya pengaruh fisik atau biokimia pada eksplan yang kurang bagus (memar, pengupasan, pemotongan, serangan penyakit atau kondisi lain yang tidak normal), bisa juga eksplan telah mengalami gejala alamiah dari proses penuaan tapi tetap dipakai; Sterilisasi eksplan yang mungkin terlalu lama dalam perendaman chlorox sehingga eksplan “terlalu steril” sehingga malah tidak dapat hidup / tumbuh; Saat penanaman praktikan terlalu banyak bicara,tanpa sengaja tangan praktikan keluar dari laminair air flow dan masuk lagi tanpa sterilisasi pada saat penanaman; Mungkin juga karna pemeliharaannya yang tidak cukup baik dalam penjagaan suhu, kelembaban, dan pencahayaannya serta seperti yang tersebut diatas yaitu karna kurang rutinnya penyemprotan spirtus sehingga menimbulkan kontaminasi; Hal lain lagi yang bias menyebabkan kegagalan adalah pada pembuatan media, baik karna komposisi medianya yang kurang optimal atau karna pH media yang kurang tepat.
Penyebab kegagalan itu tidak dapat saya ketahui secara pasti, saya hanya dapat mengira-ngira kemungkinan-kemungkinan penyebab kegagalan seperti yag telah diuraikan diatas. Kesterilan bukan jaminan untuk keberhasilan kultur jaringan. Karna fakta membuktikan walaupun sudah seoptimal mungkin menjaga kesterilan, eksplan tetap terkena kontaminasi dan mati. Sedangkan yang kurang steril, eksplannya malah dapat hidup, tumbuh dan berkembang.

E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum acara kultur jaringan tanaman mawar maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Eksplan mawar yang terkontaminasi ada empat yaitu pada ulangan ke-2, ke-3 dan ke-6.
b. Eksplan mawar yang dalam keadaan stagnan ada satu ( dianggap hidup )
c. Jumlah eksplan yang muncul tunasnya terdapat pada ulangan ke-1.
d. Dari enam ulangan eksplan mawar belum muncul daun, akar dan kalus.
e. Persentase keberhasilannya 33.3%.
f. BAP dan Paclobutrazol tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan kultur jaringan melati.


2. Saran
Mengulangi lagi percobaan ini dan lebih menjaga kesterilan tempat ( laboratorium ) dan diri.

DAFTAR PUSTAKA
Gunawan. 1995. Metode Kultur Jaringan Tanaman. ITB. Bandung.
Marlina, N. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige dan Skoog (MS) untuk Konservasi Invitro Mawar (Rossa spp.). http://www.pustaka_deptan.go.id/publikasi/bt091042.pdf. Diakses pada tanggal 9 Januari 2008 pukul 20.00 WIB.
Rahardja, P.C. 1988. Kultur Jaringan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wilkins. 1989. A Technique For The Controlled Growth of Excised Plant Tissue in Liquid Media Under Aseptic Conditions. Nature. Vol. 163 : 920-921.
Wardiati . 1998. Zat Pengatur Tumbuh. Wirastama. Yogyakarta.

Artikel Sejenis :



Tidak ada komentar: