Custom Search

Rabu, 23 Maret 2011

Konflik Dan Motivasi Terhadap Prestasi Kerja Organisasi

( Studi kasus di HIMAGARA FISIP UNS )
1.1 Latar Belakang Masalah
Berbagai bentuk kekhawatiran dan masalah selalu dihadapi para anggota organisasi. Kita semua dari waktu – waktu mejumpai kesulitan – kesulitan, masalah – masalah dan mengalami kesedihan emosional. Berbagai bentuk kesulitan terjadi diluar kegiatan, tetapi kesulitan – kesulitan lain berkaitan dengan pekerjaan dalam banyak kasus, hal itu bisa mempengaruhi prestasi kerja, sehingga harus menjadi perhatian manajemen. Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja anggota organisasi. anggota organisasi bekerja produktif atau tidak tergantung pada motivasii, kepuasan kerja. Manajemen pengorganisasian dan sumber daya manusia sangat penting bagi organisasi dalam mengelola, mengatur dan memanfaatkan anggota sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan organisasi.
Sumber daya manusia di organisasi perlu dikelola secara profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan anggota dengan tuntutan dan kemampuan organisasi. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama organisasi agar dapat berkembang secara produktif dan wajar. Perkembangan kegiatan dan organisasi sangatlah bergantung pada produktivitas anggota yang ada di organisasi. Dengan pengaturan manajeman sumber daya manusia secara profesional ini yang dimulai sejak perekrutan anggota, penyeleksian, pengklasifikasian, penempatan anggota sesuai dengan kemampuan, penataran, dan pengembangan karyawan.


Dalam suatu organisasi, masalah tersebut sudah menjadi hal yang umum. Tidaklah wajar jika banyak anggota yang sebenarnya potensi kemampuan tinggi tetapi tidak mampu berprestasi dalam kerja. Hal ini dimungkinkan karena kondisi psikologis dari jabatan tidak cocok atau mungkin pula karena lingkungan tempat kerja yang tidak membawa rasa aman dan nyaman bagi dirinya. Oleh karena itu tidak dapat disangkal lagi bahwa faktor manusia merupakan modal utama yang perlu diperhatikan oleh pemimpin organisasi. Manusia memang berjiwa kompleks dan sangat pelik untuk dipahami karena sangat berbeda dengan mesin dan peralatan kerja lainnya. Kemelut yang berhubungan dengan mesin dapat dengan mudah diperbaiki, tetapi kemelut yang berhubungan dengan anggota dituntut keahlian untuk mengatasinya.
Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Menurut Robbin (2003:78) Kepuasan kerja yaitu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yag diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Yang selanjutnya Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan anggota merupakan sikap umum yang dimiliki oleh anggota yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan dalam organisasi.
Untuk mengatasi masalah – masalah yang berhubungan dengan anggota dan sumber daya manusia, organisasi perlu menempatkan seseorang dalam bidang manajemen dan psikologi. Para ahli tersebut pada umumnya di tempatkan di bagian personalia atau sebagai staf ahli organisasi. Dengan adanya tenaga ahli dalam bidang manajemen keanggotaan sumber daya manusia di organisasi, maka dapat diciptakan iklim kerja yang harmonis. Anggota - anggota ditempatkan sesuai dengan keahlian dan kemampuannya, tingkat kerja organisasi tinggi, motivasi kerja tinggi dan partisipasi kerja tinggi. Prestasi kerja dievaluasi secara kontinue, anghgota mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dan kariernya secara optimal. Dengan demikian prooduktivitas kerja dapat dicapai organisasi.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya yaitu menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Perasaan nyaman yang menimbulkan rasa kepuasan kerja dapat diperoleh apabila tercipta suasana yang kondusif dalam organisasi tersebut.
Konflik yang terjadi pada HIMAGARA yaitu tidak sejalannya program kerja HIMAGARA dengan waktu yang tersedia, contohnya yaitu program kerja bedah buku dengan program kerja Training Kewirausahaan yang dilaksanakan dalm waktu yang bersaman dikarenakan waktunya yang sempit. Konflik ini menyebabkan penurunan motivasi kerja anggota HIMAGARA bahkan menimbulkan rasa pesimis dari anggota untuk menjalankan program kerja yang ada sehingga untuk berprestasi untuk lebih baik tidak dapat ditumbuhkan lagi.

Atas permasalahan demikian, penulis ingin meneliti apa yang menjadi penyebab terjadinya konflik didalam organisasi sehingga mempengaruhi prestasi kerja seseorang dalam penelitian yang berjudul “ Pengaruh Konflik dan Motivasi terhadap Prestasi Kerja Anggota HIMAGARA “
1.2 Identifikasi Masalah
Penulis mengindentifikasikan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana terjadinya konflik pada HIMAGARA?
2. Bagaimana kondisi stres kerja yang ada pada PT. Citra Persadamas Enginindo ?
3. Bagaimana prestasi kerja di HIMAGARA?
4. Seberapa besar pengaruh konflik dan stres kerja terhadap prestasi kerja pengurus HIMAGARA?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengaruh konflik dan motivasi terhadap prestasi kerja anggota HIMAGARA FISIP UNS.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Organisasi semester IV
3. Untuk mengetahui bagaimana prestasi kerja anggota HIMAGARA.

1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk :
1. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dalam penerapan teori yang diterima dalam masa perkuliahan dan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang timbul terkait ketenagakerjaa dalam berkinerja agar terjadinya konflik dan Stres kerja dapat teratasi sehingga solusi yang efektif dan terbaik dapat diterapkan sedini mungkin sehingga demotivasi dapat ditekan.
2. Bagi perusahaan, sebagai dasar pemikiran yang objektif bagi manajemen dalam pengambilan keputusan atas permasalahan ketenagakerjaan didalam kegiatan perusahaan sehingga didapatkan solusi yang efektif sehingga tujuan yang diharapkan dapat berhasil dan tepat guna.
1.5 Kerangka Pemikiran
Konflik yaitu suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.
Stres yaitu suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang.
Dalam penelitian ini penulis membuat acuan berpikir yang menjadi dasar dalam penelitian yaitu mengenai konflik sebagai berikut :
1) Perbedaan persepsi
2) Informasi yang mendua
3) Gaya individu pimpinan yang tidak konsisten
4) Pimpinan
5) Rekan kerja
6) Lingkungan kerja
7) Aturan perusahaan
8) Penerapan sanksi / hukuman
9) Harapan yang berbeda dari pekerjaan
Sedangkan acuan berpikir mengenai stres kerja yang menjadi dasar dalam penelitian yaitu sebagai berikut :
1) Emosi tidak stabil
2) Kesehatan fisik
3) Frustasi
4) Beban kerja yang berlebihan
5) Kualias supervisi yang jelek
6) Iklim politis yang tidak aman
7) Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab
Sedangkan acuan berpikir mengenai prestasi kerja yang menjadi dasar dalam penelitian yaitu sebagai berikut :
1) Dorongan / semangat kerja
2) Ketepatan hadir dan pulang kerja
3) Kemampuan kerja yang cukup baik
4) Rela berkorban demi kemajuan perusahaan
5) Peningkatan kualitas kerja
1.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atau pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan, sedangkan kebenaran pendapat tersebut perlu diuji atau dibuktikan. (Moh. Nazir, 2000 : 15)
Diduga ada hubungan yang positif dan signifikan antara konflik dan stres terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Citra Persadamas Enginindo karena timbulnya konflik akan menimbulkan Stres pada karyawan yang secara langsung dan tidak langsung berdampak pada menurunnya prestasi kerja karyawan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Konflik Kerja
Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah – masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi.
Konflik yaitu segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak.1
Konflik organisasi ( organizational conflict ) yaitu ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota – anggota atau kelompok – kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya – sumber daya yang terbatas atau kegiatan – kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi.2
Konflik yaitu suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.3
Menurut pendapat penulis berdasarkan kesimpulan dan pendapat beberapa ahli manajemen : Konflik yaitu perbedaan pandangan tentang suatu peristiwa / masalah yang terjadi pada kehidupan sehari – hari baik itu konflik pribadi, politik, sosial, budaya yang dapat menimbulkan pemikiran yang positif atau negatif dalam penyelesaian masalahnya .
Penyebab – penyebab konflik antara lain :
1. Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur : pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok– kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai – nilai persepsi.
Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu :
1. Pandangan tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang di inginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2. Pandangan perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat ( konflik fungsional ) dan bisa pula merugikan organisasi ( konflik disfungsional ).
3. Pandangan Interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.
Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi di organisasi, apakah konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins tentang perbedaan pandangan tradisional dan pandangan baru ( pandangan interaksionis ) tentang konflik dalam dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1
Perbedaan pandangan lama dan baru tentang konflik
Pandangan Lama Pandangan Baru
1. Konflik dapat dihindarkan
2.Konflik disebabkan oleh kesalahan – kesalahan manajemen dalam perancangan dan pengelolaan organisasi atau oleh pengacau.
3. Konflik menggangu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.
4.Tugas manajemen yaitu menghilangkan konfllik.
5. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan konflik. 1. Konflik tidak dapat dihindarkan
2. Konflik timbul karena banyak sebab, termasuk struktur organisasi, perbedaan tujuan yang tidak dapat dihindarkan, perbedaan dalam persepsi dan nilai – nilai pribadi dan sebagainya.
3. Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai derajat.
4.Tugas manajemen yaitu mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat.
Sumber : T. Hani Handoko Hal. 347
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa konflik dapat difungsionalkan ataupun berperan salah ( dysfunctional ). Secara sederhana hal ini berarti bahwa konflik mempunyai potensi bagi pengembangan atau pengganggu pelaksanaan kegiatan organisasi tergantung pada bagaimana konflik tersebut dikelola.
Segi fungsional konflik antara lain :
1. Manajer menemukan cara penggunaan dana yang lebih baik.
2. Lebih mempersatukan para anggota organisasi.
3. Manajer mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi.
4. Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi.
5. Pnggantian manajer yang lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru.
2.1.1 Bentuk –Bentuk Konflik Struktural
Dalam organisasi klasik ada empat daerah struktural dimana konflik sering timbul :
1. Konflik Hierarki, yaitu konflik amtara berbagai tingkatan organisasi. Contohnya, konflik antara komisaris dengan direktur utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan manajemen, dan pengurus dengan karyawan.
2. Konflik Fungsional, yaitu konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi. Contohnya, konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian administrasi umum dengan bagian personalia.
3. Konflik Lini Staf yaitu konflik yang terjadi antara pimpinan unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewenang/otoritas kerja. Contoh : karyawan staf secara tidak fornal mengambil wewenang berlebihan.
4. Konflik Formal Informal yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. Contoh : Pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi.
2.1.2 Jenis – Jenis Konflik
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidak pastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian.
Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti antara manajer dan bawahan )
3. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma – norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.
2.1.3 Penyebab Terjadinya Konflik Kerja
Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain :
a. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan.
b. Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
c. Tugas yang tidak jelas ( tidak ada deskripsi jabatan )
d. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan.
e. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
f. Perbedaan persepsi.
g. Sistem kompetensi insentif ( reward )
h. Strategi pemotivasian tidak tepat.

2.1.4 Konflik Lini dan Staf
Bentuk umum konflik organisasi yang sering terjadi yaitu konflik antara anggota – anggota lini dan staf . Perbedaan pandangan para anggota lini dan staf yang dapat menimbulkan konflik di antara mereka, walaupun perbedaan–perbedaan tersebuta juga dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas–tugas mereka :
1. Pandangan Lini
Para anggota lini sering memandang para anggota staf dalam hal :
a. Staf melangkahi wewenangnya, karena manajer garis merupakan pemegang tanggung jawab atas hasil akhir, mereka cenderung menolak rorongan staf dan wewenangnya.
b. Staf tidak memberi nasehat yang bermanfaat, para anggota staf sering tidak terlibat dalam kegiatan operasional harian yang di hadapi oleh para anggota lini, sehingga saran–sarannya sering tidak terap.
c. Staf menumpang keberhasilan lini, para anggota staf sering lebih dekat dengan manajer puncak dibanding orang–orang lini, sehingga dapat mengambil keuntungan atas posisi mereka.
d. Staf memiliki pandangan sempit, sehingga mempunyai pandangan terbatas dan kurang dapat merumuskan sarannya atas kebutuhan dan tujuan organisasi keseluruhan.
2. Pandangan Staf
Para anggota staf mempunyai keluhan–keluhan yang berlawanan tentang para anggota lini :
a. Lini kurang memanfaatkan staf. Manajer lini menolak bantuan staf ahli, karena mereka ingin mempertahankan wewenangnya atas bawahan atau karena mereka tidak berani secara terbuka mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan. Sebagai akibatnya staf hanya diminta bantuannya bila situasi benar–benar sudah kritis.
b. Lini menolak gagasan – gagasan baru, anggota staf biasanya yang pertama berkepentingan dengan menggunakan inovasi dalam bidang keahlian mereka. Manajer garis mungkin menolak perubahan–perubahan tersebut.
c. Lini memberi wewenang terlalu kecil kepada staf. Anggota staf sering merasa bahwa mereka mempunyai penyelesaian masalah–masalah yang paling baik dalam spesialisasinya. Oleh sebab itu mereka kecewa bila saran – sarannya tidak didukung dan di implementasikan oleh manajer lini.
Beberapa faktor dapat menimbulkan berbagai konflik diantara departemen dan orang – orang lini dan staf. Faktor–faktor tersebut meliputi :
1. Perbedaan umur dan pendidikan, orang – orang staf biasanya lebih muda dan lebih berpendidikan daripada orang–orang staf sehingga menimbulkan “generation gap “.
2. Perbedaan tugas, dimana orang ini lebih teknis dan generalis, sedang staf spesialis. Hal ini dapat menimbulkan kejadian–kejadian sebagai berikut :
a. Karena staf sangat spesialis, mungkin menggunakan istilah–istilah dan bahasa yang tidak dipahami orang lini.
b. Orang lini mungkin merasa bahwa staf spesialis tidak sepenuhnya mengerti masalah–masalah lini dan mengganggap mereka tidak dapat diteraplan atau dikerjakan.
3. Perbedaan sikap, ini tercermin pada :
a. Orang staf cenderung memperluas wewenangnya dan cenderung memberikan perintah–perintah kepada orang lini untuk membuktikan eksistensinya.
b. Orang staf cenderung merasa yang paling berjasa untuk gagasan–gagasan yang diimplementasikan oleh lini, sebaliknya orang lini mungkin tidak menghargai peranan staf dalam membantu pemecahan masalah – msalahnya.
c. Orang staf selalu merasa dibawah perintah orang lini, dilain pihak orang lini selalu curiga bahwa orang staf ingin memperluas kekuasaannya.
4. Perbedaan posisi. Manajemen puncak mungkin tidak mengkomunikasikan secara jelas luasnya wewenang staf dalam hubungannya dengan lini. Padahal organisasi departemen staf ditempatnya relatif pada posisi tinggi dekat menajemen puncak. Depertemen lini dengan tingkatan lebih rendah cenderung tidak suka dengan hal tersebut.
Untuk menghapuskan konflik–konflik tersebut, manajemen punsak harus secara jelas menyampaikan delegasi departemen–departemen staf. Lebih dari itu, supaya efektif, departemen–departemen staf harus menyadari bahwa pekerjaan mereka yaitu “to sell, not to tell“ artinya “menjual“ kepada departemen–departemen lini gagasan–gagasan mereka, bukan “memberitahu” mereka bagaimana menjalankan fungsi.
Bagaimanapun juga staf spesialis perlu ditambahkan dalam organisasi untuk membantu kerja lini agar lebih efektif. Disamping itu dunia bisnis modern berkembang semakin kompleks, dan semua manajer tidak akan menguasai semua kecakapan, pengetahuan maupun ketrampilan. Kegiatan–kegiatan tertentu mungkin tidak efisien bila dikerjakan oleh orang lini, dan sebagainya.
2.1.5 Penanggulangan Konflik Lini dan Staf
Para penulis manajemen telah menyarankan berbagai cara dengan mana aspek–aspek peran-salah konflik lini dan staf dapat dikurangi :
1. Tanggung jawab lini dan staf harus ditegaskan.
Secara umum, para anggota lini bertanggung jawab atas keputusan–keputusan operasional organisasi, atau dengan kata lain, mereka harus bisa menerima, mengubah, atau menolak saran–saran ahli. Dilain pihak, para anggota staf harus bebas untuk memberikan saran bila mereka merasa hal itu diperlukan tidak hanya bila anggota lini memintanya.
2. Mengintegrasikan kegiatan–kegiatan lini dan staf.
Saran–saran staf akan lebih realistik bila berkonsultasi terlebih dahulu dengan anggota lini dalam proses penyusunan saran – saran mereka. Konsultasi staf – lini ini juga akan membuat para anggota lini bersedia mengimplementasikan gagasan–gagasan staf.
3. Mengajarkan lini untuk menggunakan staf
Manajer lini akan lebih efektif memanfaatkan keahlian staf bila mereka mengetahui kegunaan staf spesialis bagi mereka di perusahaan.
4. Mendapatkan pertanggung-jawaban staf atas hasil –hasil
Para anggota lini akan lebih bersedia melaksanakan saran–saran staf bila para anggota staf ikut bertanggung jawab atas kegagalan yang terjadi. Pertanggungjawaban ini juga akan membuat para anggota staf lebih berhati–hati dalam menyusun saran–saran mereka.
2.1.6 Cara Mengatasi Konflik Kerja
Manajemen konflik dapat dilakukan dengan cara antara lain :
1. Pemecahan masalah ( Problem Solving )
2. Tujuan tingkat tinggi ( Lipsordinate Goal )
3. Perluasan sumber ( Ekspansion of Resources )
4. Menghindari konflik ( avoidance )
5. Melicinkan konflik ( Smoothing )
6. Perintah dari wewenang (Authoritative Commands )
7. Mengubah variabel manusia ( Altering the Human Variabel )
8. Mengubah variabel struktural (Altering the Structural Variables)
9. Mengidentifikasikan musuh bersama ( Identifying a Common Enemy )

Artikel Sejenis :



Tidak ada komentar: