Custom Search

Rabu, 23 Maret 2011

Tugas Manajemen Pelayanan

TUGAS MANAJEMEN PELAYANAN

Disusun oleh :
CHANDRA DWIPRASTYO
D0107036

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

Pemerintah merupakan semua organ-organ, badan-badan ataupun lembaga-lembaga alat perlengkapan negara atau aparatur negara yang menjalankan segala kegiatan yang terorganisir yang bersumber pada kedaulatan dan kemerdekaan berdasarkan pada dasar negara, rakyat atau penduduk dan wilayahnya demi tercapainya tujuan negara. Tujuan dari negara yaitu mewujudkan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Negara wajib melayani dan mengayomi seluruh rakyatnya tanpa terkecuali. Tanpa memandang suku, agama, warna kulit, status sosial, dan lain-lain. Dalam pelaksanaan pelayanannya negara menggunakan Manajemen Pelayanan guna mengoptimalkan pelaksanaan segala kegiatannya untuk menciptakan kehidupan adil dan makmur bagi seluruh rakyat.


Pelayanan publik ialah pemberian layanan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mayarakat baik berupa penyediaan barang, jasa atau layanan administrasi seperti melayani pembuatan KTP, SIM, sertifikat tanah, dan lain-lain. Manajemen Pelayanan merupakan proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun rencana, mengimplementasikan rencana, mengkoordinasikan dan menyelesaikan aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan pelayanan. Demokrasi, pengakuan akan HAM yang semakin besar, era globalisasi, penerapan Good Governance dan Clean Government pada pemerintahan, serta adanya kebijakan Desentralisasi menjadi pemacu pemerintah dalam memaksimalkan pelayanannya.
Globalisasi dan era perdagangan bebas menyebabkan batas antar negara menjadi kabur dan kompetisi menjadi sangat ketat. Hal ini menuntut kemampuan Manajemen Pelayanan yang sangat tinggi untuk dapat tetap eksis dan mampu bersaing. Berlakunya Undang-Undang No. 32 tentang Pemerintah Daerah dan 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menngakibatkan interaksi antara aparat Daerah dan masyarakat menjadi lebih intens, hal ini juga ditambah dengan makin kuatnya tuntutan demkratisasi dan pengakuan akan HAM yang akan melahirkan kuatnya tuntutan terhadap Manajemen Pelayanan yang lebih berkualitas.
Ada hambatan-hambatan dalam penyelenggaraan Manajemen Pelayanan, salah satunya budaya yang berasal dari jaman penjajahan atau berasal dari kultur feodal yaitu Budaya Paternalisasi. Budaya Paternalisasi yaitu suatu sistem yang menempatkan pimpinan sebagai pihak yang paling dominan atau dapat juga di interpretasikan bahwa aparat birokrasi sebagai pimpinan serta masyarakat sebagai bawahan mengakibatkan kekurangsigapan aparat dalam melayani masyarakat disebabkan karena mereka merasa kedudukannya lebih tinggi dalam posisi tawar menawar dan juga masyarakat akan lebih rendah diri dalam meminta pelayanan yang prima dari aparat karena kesungkanan sebab dianggap posisi tawar menawar mereka lebih rendah dari aparat birokrasi.
Ada juga diskresi dalam proses pelayanan publik yaitu kebebasan aparat birokrasi mengambil keputusan sendiri dalam menghadapi situasi dilapangan yang terjadi asalkan kebebasasan tersebut masih dalam koridor visi dan misi organisasi/pelayanan. Pertimbangan dalam melakukan diskresi yaitu adanya realitas di lapangan bahwa semua kebijakan dan peraturan tidak mungkin mampu menjawab semua persoalan yang ada di lapangan akibat adanya keterbatasan prediksi dalam proses perumusan dan peraturan itu. Sebagai contoh, pada pembagian BLT. Pada pembagian BLT yang menentukan sebuah keluarga pantas mendapatkan BLT atau tidak yaitu Ketua RT setempat dengan kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan pemeritah pusat yaitu keluarga yang mendapatkan BLT yaitu keluarga yang benar-benar tidak mampu yang dilihat melalui rumahnya yang belum memakai beton dan masih beralaskan tanah. Akan tetapi pada kenyataannya, ada juga keluarga yang rumahnya belum memakai beton dan masih beralaskan tanah tapi mereka mempunyai barang-barang yang cukup mewah misalnya TV 21’inch dan sepeda motor karena pekerjaannya sebagai PNS sedangkan ada juga keluarga yang mempunyai rumah yang sudah memakai beton dan sudah tidak beralaskan tanah (misalnya tegel) tetapi mereka tidak mempunyai barang-barang yang cukup mewah seperti keluarga yang tadi sebab pekerjaannya hanya sebagai petani biasa. Nah, pada kasus ini dibutuhkan langkah diskresi atau kefleksibelan dalam mengambil keputusan guna menentukan mana keluarga yang benar-benar membutuhakan dan yang tidak.
Jika budaya paternalisme masih ada dan Diskresi dalam manajemen tidak diberdayakan maka akan mengakibatkan Diskriminasi dalam pelayanan publik dan hal ini tidak sejalan dengan semangat kemerataan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat. Untuk itu diperlukan pengawasan terhadap para aparat birokrasi agar bekerja dengan efektif dan sesuai dengan tujuan negara misalnya melalui Ombudsman yaitu lembaga independen yang dibentuk oleh DPR yang bertugas untuk mengawasi kinerja para aparat birokrasi. Lalu dengan membuat Client’s Charter yang merupakan sebuah piagam perjanjian antara pemerintah dan masyarakat yang berisi tuntunan-tuntunan atau petunjuk-petunjuk tentang bagaimana melayani masyarakat agar efektif dan efisien. Client’s Charter gunanya untuk melindungi masyarakat agar selalu mendapatkan pelayanan yang optimal.
Dalam Manajemen Pelayanan dikenal tiga buah paradigma administrasi antara lain Administrasi Publik Lama (Old Public Administration), Manajemen Publik Baru (New Public Management), Pelayanan Publik Baru (New Public Service). Pada Administrasi Publik Lama, pelayanan publik diselenggarakan hanya oleh badan-badan pemerintah. Perumusan dan implementasi kebijakan difokuskan pada satu tujuan yang terdefinisikan secara politis oleh elit penguasa yang program-programnya diselenggarakan melalui organisasi secara hierarkis (bertingkat) dari atas ke bawah (top down) dan juga peran serta warga masyarakat di dalamnya sangat terbatas. Model pelayanan publik pada paradigma ini sangat statis, tidak bisa fleksibel.
Pada paradigma Manajemen Publik Baru, pendekatan yang digunakan dalam pelayanan publik menggunakan pendekatan bisnis di sektor publik. Program-program pelayanan publik yang ada dituntun atau dikendalikan melalui mekanisme pasar. Jadi Manajemen Publik Baru berpandangan bahwa administrasi publik harus dapat beroperasi layaknya organisasi bisnis yaitu mempunyai prinsip efektif dan efisien dalam arti menggunakan atau mendayagunakan sedikit pengorbanan dengan tujuan keuntungan yang sebesar-besarnya. Pada model ini hanya masyarakat yang mampu mengeluarkan pengorbanan yang ditawarkan untuk mendapatkan pelayanan saja yang dapat menikmati pelayanan publik sedang masyarakat yang tidak mampu tidak bisa menikmatinya.
Pada Pelayanan Publik Baru, prinsip yang digunakan yaitu melayani warga bukan memandang masyarakat sebagai pelanggan yang hanya bisa mendapatkan pelayanan dengan mengorbankan sesuatu terlebih dahulu. Memenuhi kebutuhan publik merupakan tanggung jawab dan kepentingan bersama antara pemerintah dan warga. Nilai kewargaan lebih besar dari pada kewirausahaan, kepentingan publik oleh pemeriintah lebih baik diserahkan pada pelayan publik atau warga negara yang memiliki komitmen bersama untukmmembangun masyarakat yang lebih baik dari pada oleh manajer wirausaha yang hanya melayani jika ada uang. Di Pelayanan Publik Baru kebijakan dan program-program untuk memenuhi kebutuhan publik dicapai melalui usaha kolektif dan proses kolaboratif antara pemerintah dan rakyat sehingga bukan hanya pemerintah saja yang menentukan segalanya akan tetapi peran serta warga juga dipertimbangkan guna menciptakan pelayanan publik yang efektif dan dapat dirasakan sepenuhnya oleh seluruh rakyat. Jadi pada Pelayanan Publik Baru lebih sesuai dengan tujuan negara yaitu menciptakan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik diterapkan juga Mekanisme Exit dan Voice. Yang dimaksud dengan Mekanisme Exit merupakan kebebasan memilih lembaga pelayanan yang disukai, jika menemukan pelayanan publik yang kurang memuaskan pada suatu lembaga maka rakyat diberi kesempatan dan kebebasan memilih lembaga mana yang lebih disukai. Sedangkan Mekanisme Voice merupakan kesempatan bagi rakyat untuk mengungkapkan keluhan-keluhannya pada lembaga penyedia pelayanan publik. Dengan demikian diperlukan adanya kesetaraan posisi tawar menawar (Bargaining Position) antara rakyat dengan lembaga penyelenggara pelayanan publik sehingga dapat tercipta pelayanan yang berkualitas. Untuk mewujudkannya dikenal beberapa konsep guna mencapai keseimbangan posisi tawar menawar antar lain yaitu costumer charter, costumer service standart, quality quarantees, ombudman, dan lain sebagainya.

Artikel Sejenis :



Tidak ada komentar: